“Tugu? Kita mau mendirikan tugu? Apa gunanya sebuah tugu, sedangkan warga desa kita masih kesulitan makan?” Salah satu dari Duska berbicara dengan ekspresi berapi-api.
“Mohon maaf Duska, tapi warga bisa bekerja di usaha kepala kampung, agar bisa menyumbang untuk membangun tugu.”
Gloman berusaha mencari tahu siapa saja Duska yang ingin ada perubahan, siapa yang berpihak kepada keluarga kepala kampung dan siapa yang tidak ingin ribut-ribut serta menjaga kondisi tetap sama. Untuk Duska yang ingin perubahan dan tidak ingin rebut-ribut, akan mudah untuk mengarahkan mereka untuk bergabung dan membuat jalur distribusi sendiri. Sedangkan untuk Duska yang terbiasa diberikan uang oleh kepala kampung dan hidup enak, mereka pasti tidak ingin ada perubahan. Gloman bekerja keras untuk mengupas satu persatu kehidupan para Duska yang tidak akan setuju dengan perubahan, mencari celah untuk masuk.
“Berapa mereka akan dibayar? Lalu pembayaran itu, bukankah seharusnya untuk makan mereka lebih dahulu, bukan untuk mendirikan tugu.”
“Mereka mendapatkan makan siang saat bekerja.” Duska yang lain ikut membela.
“Bagaimana dengan keluarganya? Mereka tidak perlu makan?” Suasana hening sejenak. Seorang lelaki dengan sikap yang angkuh, berdiri dan mendekati Duska yang tadi protes.
“Tidak ada kondisi yang ideal. Keluarga pemimpin kampung sudah berbaik hati menolong kita, jangan menuntut terlalu banyak.”
“Apa gunanya mendirikan tugu, di saat warga desa masih kelaparan?” Duska tadi masih berusaha mempertahankan pendapatnya.
“Tidak ada yang kelaparan disini Duska, kita warga desa harus saling bantu apabila ada tetangganya yang kesulitan. Tidak mungkin semua harus ditanggung oleh kepala kampung, beliau hanya manusia biasa.” Duska tadi terdiam.
“Duska, kita hanya buang-buang waktu berkumpul di tempat ini. Lebih baik kita fokuskan waktu dan tenaga kita untuk membantu warga desa, mengatasi musibah kekeringan ini.” Semua saling melihat dan mengangguk-angguk.
“Sudahlah, jangan membuat lagi pertemuan-pertemuan seperti ini. Saya harap, kita fokus mengerjakan hal-hal yang lebih penting.” Duska tadi keluar dari ruangan, diikuti oleh para Duska lainnya.
--
Gloman terdiam saat mendengar laporan dari agennya yang nomor 3. Agak sulit menghadapi para Duska yang sudah dekat dengan pemimpin kampung dan pandai bersilat lidah, serta tidak punya rasa malu. Gloman langsung membuat janji rapat dengan Dila dan Lara.
“Aku sudah meminta bantuan dari agen 01, Gloman. Aku yakin rencana kali ini bisa berhasil mengalahkan orang- orang itu dan mendesak para Duska, untuk ikut serta dalam rencana kita.” Jawab Dila mantab.
“Apa rencanamu? Aku sulit mencari celah untuk menghadapi orang-orang ini.”