“Ura pernah bilang sama Selena, kalau aku tidak suka dipaksa untuk menyukai seseorang, benar kan Selena?” Kami sedang makan malam bertiga. Selena mengangkat kepalanya, yang sedang menunduk. Dia lalu mengangguk.
“Waktu itu kebetulan Ura libur. Tiba-tiba saja, Ura berfikir untuk mengajak kamu jalan-jalan, berdua. Maaf ya Liata, kamu ditinggalkan sendiri. Kamu takut tidak sendiri di rumah?” Aku tersenyum malu.
“Agak takut, Ura. Aku tidak biasa sendirian di rumah.”
“Maaf ya, Ura jadi merasa bersalah sama Liata. Kapan-kapan kita pergi berdua juga ya, ok?” Ura tidak asal bicara, karena 2 minggu setelah itu, dia benar-benar mengajakku pergi hanya berdua.
“Iya Ura, terima kasih.”
“Ura bertemu dengan Hakbo Selena, waktu Ura masih berumur 10 tahun.”
“Ura bukannya baru kenal, baru-baru ini, dengan Hakbo Selena?” Ura menggeleng.
“Sudah lama. Ura juga kenal dengan umaknya Selena.” Selena tampak tertarik dengan perkataan Ura, saat menyebut Umaknya.
“Kami dulu berteman, seperti kalian berdua. Hanya saja, kami dulu berlima.” Ura tampak tersenyum saat mulai mengenang masa lalu.
“Hakbo Selena adalah pendatang di desa Ura dan disanalah kami berkenalan, karena tetangga. Tidak lama kemudian, Ura dibawa sekolah ke kota dan mulailah aku memiliki 5 orang sahabat.”
“Dulu Ura sangat pendiam dan malu kalau bicara, terutama dengan lawan jenis. Suma Selena dulu akan menjodohkan Ura dengan Hakbo Selena, karena suma adalah sahabat dari suma-nya Ura.” Ura mengambil minum dan meneguk beberapa kali, lalu gelas kembali diletakkan di meja.
“Masalahnya Ura sangat pendiam dan setiap diajak bicara oleh Hakbonya Selena, bibir terasa kaku dan kaki gemetaran. Hingga akhirnya, Hakbo Selena menolak perjodohan itu. Kalau di desa Ura, apabila ada perjodohan, tapi pihak pria membatalkan, itu aib yang sangat besar. Akhirnya Ura pindah ke kota karena malu dan tidak pernah kembali lagi ke desa.” Ura tampak sedikit sedih.
“Suatu hari, kami bertemu lagi di kota dan Ura kenalkan Hakbo Selena dengan teman-teman Ura. Setelah itu Hakbo jatuh cinta dengan Umak Selena dan mereka menikah.”
“Apa Ura sedih dan patah hati?” Tanya Selena.
“Sedih iya, tapi tidak patah hati. Ura hanya menyesali, kenapa tidak pernah berani untuk bicara dan mengatakan apa yang ada di dalam otak ini. Umak Selena adalah orang yang suka bercerita, sama seperti Selena. Ceritanya banyak dan Ura suka sekali cerita-cerita dengan Umaknya Selena. Beliau yang memberikan keberanian untuk Ura, agar lebih bisa mengekspresikan perasaan dan pikiran.”
“Ura sudah pernah menikah?” Tanyaku.