Hujan di Tanah Utara

Irvinia Margaretha Nauli
Chapter #34

34. Ketika kamu pergi, Selena.

Sudah 5 tahun berlalu, secara hukum adat aku dan Lindung sudah bisa kembali ke desa. Selena akan segera lulus, lebih awal dari aku dan Lindung. Kami harus melalui 7 tahun bersekolah di sana, tidak perduli berapapun umur kami, saat masuk ke sekolah. Lindung selalu menjadi juara selama 3 tahun terakhir dan temannya sangat banyak. Dia benar-benar sudah berubah, sejak keluar dari desa. Ujian tahun ke 7 Selena, akan dilakukan di kota. Sebenarnya hatiku sangat sedih, karena saat Selena lulus, dia akan segera pergi dari tempat ini. Selena dan Hakbonya akan pindah ke kota, karena beliau baru saja menikah dengan Ura. Ura menunggu Selena di tahun terakhir, baru menikah dengan Hakbo Selena.

Berkali-kali Selena ngambek karena Ura terus berkeras menikah, saat Selena akan lulus. Ura bilang, kalau buru-buru menikah, mereka belum bisa tinggal bersama. Lebih baik agar Selena menyelesaikan dulu sekolahnya.

“Kalau ujian terakhir ini, entah aku lulus atau tidak, Hakbo harus segera menikah dengan Ura.” Ura tertawa.

“Ura yakin, kamu pasti lulus.” Tidak lama kemudian mereka menikah.

--

Aku memandangi kamar tidur bagian Selena yang kosong. Sudah 5 tahun kami tinggal di kamar ini. Aku merasa perasaanku kosong, sepi dan menyakitkan. Aku keluar kamar dan melihat pintu kamar Hakbo Selena terbuka. Ruangan itu juga sudah kosong. Dapur tempat kami biasa makan bersama, juga terasa sepi. Aku tidak tahu siapa yang akan menggantikan tempat mereka di rumah ini. Masih ada 2 tahun lagi sebelum aku lulus. Cukup lama aku duduk di kasur dan termenung, perasaan kehilangan ini terasa menyakitkan. Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu depan. Aku berjalan perlahan menuju ruang depan.

“Lama sekali kamu buka pintunya.” Aku terpaku di tempatku, saat melihat Umak berdiri di depan pintu. Tiba-tiba saja, Tangisku meledak. Perasaan yang aku rasakan selama 5 tahun ini, seolah tumpah saat itu.

**

“Bagaimana kabar anak pintar di keluarga kita?” Umak datang bersama dengan Hakbo, Boani dan Salia.

“Hi Salia.” Dia tampak malu-malu saat mendengar sapaanku.

“Salia sekarang tinggal dengan Umak?” Tanyaku.

“Liata, andaikan kamu melihat bagaimana Umak merebut kembali Salia dari Suma Uliah, pasti kamu akan semakin mengagumi umak.”

“Uh, pintar sekali mulutmu merayu Umak, Boani.” Adik-adikku sekarang sudah semakin dewasa dan cantik.

“Kalian semakin cantik.” Boani mengibaskan rambut panjangnya.

“Sudah sejak kecil aku cantik.” Umak geleng-geleng kepala.

“Dimana Lindung? Kenapa dia tidak kesini?” Tanya Umak. Aku segera mengajak Salia untuk pergi ke asrama Pria, memanggil Lindung. Lindung tampak bersemangat dan gembira, saat tahu Umak dan Hakbo datang. Saat Umak melihat Lindung, dipeluknya erat-erat anak itu.

“Sekarang aku Umakmu, Lindung. Panggil aku umak.” Lindung tersenyum.

“Iya Umak.”

“Umak sama Hakbo, mau menginap berapa lama?”

“Umak disini, sampai kamu lulus.” Celetuk Boani sambil cemberut.

“Betul Umak? Sungguh?” Umak mengangguk. Tiba-tiba Umak menoleh dan menarik rambut Panjang Boani.

“Sudah umak bilang, umak saja yang bicara dengan Liata. Makin cerewet saja kamu, Boani.”

“Ampun Umak, sakit..” Aku tertawa melihat tingkah Boani.

Lihat selengkapnya