Dayana tersenyum lebar saat Linbu Gora memperkenalkan dirinya kepada anak perempuannya, Salasy. Salasy bertubuh tinggi ramping dan berambut panjang. Riasan wajahnya yang tipis, semakin menambah kecantikannya. Cara berpakaiannya sangat menarik dan sikapnya sangat anggun. Dia terlihat percaya diri dengan kecantikan dan kekayaan keluarganya. Salasy tampak marah saat uluran tangannya tidak disambut oleh Dayana.
"Maaf, saya tidak bersentuhan tangan." Salasy membalikkan badan meninggalkan ruang pertemuan, tanpa berkata sepatah katapun. Sakri berusaha mendekati Dayana dan banyak bertanya, membuat Dayana mulai merasa terganggu. Tiba-tiba Beum sudah berada di samping Sakri dan mengajaknya pergi ke ruangan lain. Dayana menghembuskan nafas lega. Setelah hari itu, Sakri terus berusaha mendekati Dayana dan dirinya berusaha memberikan seribu satu alasan untuk menghindar dari Sakri, dengan cara yang halus.
Linbu Gora sering mengadakan jamuan makan di rumahnya, untuk mempererat kerjasama dengan orang-orang yang dianggapnya penting. Menjelang makan malam, Dayana tidak sengaja mendengar pertengkaran antara Linbu Gora dengan Salasy.
"Umak, apakah sekarang aku tidak memiliki hak lagi di rumah ini? Aku masih anak pertamamu." Wajahnya tampak memerah.
"Sudahlah, kamu tidak perlu repot-repot lagi, kamu kan sudah memiliki keluarga. Sudah ada Dayana yang menggantikan tugasmu." Mata Salasy tampak berkaca-kaca.
"Siapa dia umak? apakah dia anakmu? apakah dia keluarga kita?" Linbu Gora berusaha menenangkan anak perempuannya.
"Hanya tugas sepele, apakah kamu akan merasa terganggu untuk urusan seperti ini?" Salasy menghentakan kakinya.
"Aku tidak kenal dengan perempuan itu, menyebut namanya saja aku tidak sudi!" Linbu Gora merapikan baju Salasy.
"Suatu hari nanti kamu harus bekerja sama dengan Dayana, kamu dan Gempi harus akrab dengan dia." Salasy mundur dua langkah.
"Keluarga kita tidak memerlukan orang lain." Linbu Gora bergerak mendekati anaknya.
"Apakah umak pernah salah menilai orang? Umak Dayana adalah sahabatku. Suatu hari nanti, kamu akan mengerti pentingnya sebuah sahabat, melebihi keluarga sendiri." Salasy tampak marah, tapi dia tidak berani dengan umaknya, yang bisa berubah seperti macan betina. Kekesalannya hanya bisa ditumpahkan melalui airmata yang mengalir di pipinya.
"Melebihi keluarga, umak?" Linbu Gora tersenyum.
"Melebihi keluarga." Dengan tegas pertanyaan Salasy di jawab oleh umaknya. Dayana yang mendengarkan percakapan itu, hanya bisa terpaku dan berusaha menerka, apa sebenarnya maksud dari perkataan Linbu Gora.
***
Sejak hari itu, Salasy selalu berusaha untuk menumpahkan rasa sakit hatinya kepada Dayana. Kemarahannya dimulai dari hal-hal kecil, seperti menggunting baju-baju Dayana, menjual semua hadiah yang diberikan umaknya kepada Dayana serta menguncinya di sebuah ruangan saat acara makan malam akan segera dimulai. Dayana semakin khawatir, karena dia merasa kemarahan Salasy semakin besar dengan tindakan yang dia anggap semakin berbahaya, saat terakhir kali makanan yang dia santap, membuatnya merasakan sakit perut yang luar biasa. Tidak hanya Salasy yang membuatnya kesal, bahkan Fakri yang terus berusaha mendekatinya, mulai membuatnya muak. Sikap Sema yang sepertinya baik dan dewasa, juga membuat Dayana kesal, karena dia seolah tidak perduli dengan apa yang dilakukan oleh saudaranya. Dayana jarang melihat Gempi di rumah mereka, karena dia lebih suka tinggal dengan keluarganya yang lain.
"Kamu harus bisa menghadapi Salasy, karena aku tidak mungkin menghadapi dia. Salasy seperti umakku, kalau marah bisa seperti singa betina. Sekali kamu berhasil menundukkan Salasy, selamanya dia akan menurut." Dayana terus memikirkan perkataan Sema. Tiba-tiba dia teringat pada umaknya. Bagaimana cara umak berhasil membuat Linbu Gora sangat hormat pada umaknya? Apa yang sudah umaknya lakukan untuk menundukkan Linbu Gora? Dayana tidak sabar untuk kembali ke rumah, mencari jalan keluar untuk masalahnya. Untuk sementara, dia harus menghindari Salasy, sampai dia berhasil menemukan cara menundukkan musuh besarnya saat ini.
***
Dayana bertemu dengan Salasy, tepat di depan warung balai desa. Keluarga Linbu Gora tidak pernah membawa pengawal seperti keluarga Dayana, karena mereka percaya kalau tidak akan ada yang berani macam-macam dengan keluarga mereka yang kaya dan terkenal. Salasy berangkat dari rumahnya bersama dengan Gempi, tapi di tengah jalan Gempi memutuskan untuk pergi ke rumah salah satu Linbu mereka, hingga tinggallah dia seorang diri berjalan di desa Ladang Jahut.
Kemarahan Salasy pelan-pelan mulai naik ke kepalanya. Setiap kali dirinya melihat sosok Dayana, dia teringat perkataan umaknya yang dirasa sangat menyakiti hatinya. Dayana tersenyum ke arah Salasy seraya menganggukan kepalanya, sebagai tanda hormat.
"Dayana, apa yang kamu lakukan dengan 2 lelaki aneh ini, di desaku?" Dayana terdiam sesaat lalu tersenyum lebar.
"Aku tidak memahami pertanyaanmu, Salasy?" Salasy mulai tidak bisa menjaga ketenangannya. Tangannya mulai terkepal dan gerak tubuhnya terlihat gelisah.
"Kapan kamu akan pergi dari desaku?" Wajah Salasy mulai tampak geram.
"Linbu Gora memintaku untuk tetap berada disini. Lagipula, projek kerja sama akan segera dimulai." Salasy menghentakan kakinya dengan kesal.
"Segera kamu pergi dari desaku!" Salasy sudah tidak bisa menahan perasaannya. Dengan tenang Dayana tersenyum.
"Aku lebih mendengarkan umakmu, Salasy. Bukan aku yang ingin untuk tinggal di tempat ini, tapi Linbu Gora." Salasy maju 2 langkah, ingin menyerang Dayana, tapi langsung dihentikan oleh Demai.