Rumah Dayana sudah ramai dengan persiapan pertunangannya dengan Beum. Dayana duduk diapit oleh Hakbo dan umaknya. Klin duduk tidak jauh dari mereka. Wajahnya tampak pucat dan lesu, untuk tersenyumpun sepertinya dia tidak kuat. Geun hanya sekali melirik ke arah Klin, tapi tidak ada rasa kasihan sama sekali dengan salah satu istri suaminya itu.
"Apakah kamu baik-baik saja, Klin?" Hakbo Dayana sempat berkata kepada Klin, yang disambut dengan anggukan dan senyum yang lemah.
Di tempat lain, Linbu Gora tampak murka dengan acara pertunangan Beum dan Dayana, itu semua diluar dari rencananya. Dia sangat marah kepada Geun, sahabatnya. Dia juga marah kenapa berita sebesar ini bisa terlewat olehnya. Suma dari Beum datang dan berusaha menenangkan Linbu Gora.
"Sabarlah, ini hanya sebuah acara pertunangan. Aku ada ide untuk masalah ini." Linbu Gora tampak tertarik.
"Apa untungnya buatmu, Suma?"
"Anak laki-lakiku sudah kritis dan sebentar lagi dia akan memilih Beum sebagai penerusnya mengurus rumah dan harta-hartanya. Aku sudah bisa bayangkan, apa yang akan terjadi denganku saat Beum dan umaknya menguasai semuanya." Linbu Gora menuangkan minum untuk Sumanya Beum.
"Katakanlah...."
***
Keluarga Dayana menyambut keluarga Beum di depan rumah. Dayana berkali-kali melirik ke arah Beum, yang tampak sangat tampan, dengan malu-malu. Beum tidak bisa berhenti tersenyum dan ekspresi sangat bahagia terpancar dari wajahnya. Mereka duduk berhadap-hadapan dan Beum tidak kalau terpesonanya melihat betapa cantikanya Dayana hari itu.
"Jadi, bagaimana jawaban dari Beum..." Beum yang tampak fokus memperhatikan Dayana, tidak mendengar pertanyaan dari pihak keluarga Dayana kepadanya. Umaknya langsung mencolek lengan Beum dan tingkahnya membuat tertawa semua orang yang hadir di pesta itu.
"Maaf...saya tidak mendengar pertanyaannya..." Wajah Beum berubah merah padam karena malu. Dayana tersenyum sambil menunduk, antara malu dan bahagia.
Mereka masih sangat muda saat itu, berharap akan sebuah kehidupan baru yang menjanjikan di depan mereka. Sekitar 1 bulan kemudian, tiba-tiba para pekerja menghilang dan tidak ada satupun yang mengetahui kemana mereka pergi, sepertinya hilang begitu saja di telan bumi. Peralatan dan perlengkapan juga hilang, projek langsung terhenti saat itu juga. Orang-orang kaya yang sudah menanamkan uangnya ke projek tersebut, mulai marah dan meminta pertanggung jawaban. Peralatan dan perlengkapan tidak bisa diadakan dalam sekejap, karena itu semua adalah sumbangan dari semua pedagang dan penguasa beberapa desa, yang memiliki kebutuhan untuk jembatan tersebut. Beum berusaha untuk menenangkan semua orang, yang akhirnya diputuskan kalau Beum harus mengganti semua kerugian. Beum dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab untuk masalah itu.
Di lain tempat, Sema sedang membuat kerjasama ladang dengan para pemimpin nama keluarga. Surat perjanjian inilah yang menghentikan langkah Umak Sema, untuk menguasai semua bisnis yang ada di desa Ladang Jahut. Dia tidak menyangka kalau Sema lebih dulu membuat perjanjian seumur hidup untuk ladang. Linbu Gora rugi dua kali, masalah jembatan dan juga ladang yang sangat dia harapkan, sehingga dia berani mengorbankan projek jembatan itu. Sema tidak perduli walaupun umaknya marah dan mengancam dirinya. Surat perjanjian itu dia buat, dengan tujuan untuk menyelamatkan warga desa dari monopoli keluarganya.
Umak Beum segera menjual semua hartanya dan membayar ganti rugi, yang dituntut dari anaknya. Tanpa menunggu lama, Beum dan umaknya diminta keluar dari rumah dan mereka memutuskan untuk pergi ke desa yang sangat jauh, agar tidak ada lagi yang mengenali mereka. Dayana terpaku di tempat duduknya, saat membaca surat dari Beum.
Dayana,
Sulit untuk aku bertemu denganmu dan menjelaskan semuanya. Membawamu pergi bersama, bukan jalan yang menyenangkan untuk dirimu, karena aku mengerti, kamu juga ingin melindungi umakmu. Kalau memang kita berjodoh, suatu hari nanti pasti kita akan bertemu lagi. Maafkan aku, saat ini tidak mampu membahagiakanmu.
Aku pasti akan mencarimu kembali, jaga dirimu baik-baik.
Beum.
***
Geun menenangkan Dayana dan memintanya bersabar. Suatu hari nanti pasti ada jalan untuk membalas orang-orang yang berada di belakang semua ini. Dayana sedang duduk di depan rumah Linbu Gora. Genap sudah 2 bulan sejak Beum dan umaknya menghilang. Dia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri, terus menjaga kewarasannya dari peristiwa yang sangat membuatnya terpukul. Tiba-tiba, beberapa orang yang dulu pernah datang untuk menuntut Dayana, kembali muncul di depan rumah Linbu Gora.
"Kebetulan kamu disini, Dayana. Sekarang juga, pergilah dari desa kami!" Salah seorang yang bersuara paling keras, dikenali oleh Dayana sebagai orang suruhan Salasy. Dia pernah melihat Salasy berbicara dengan lelaki itu. Dayana berdiri dengan amarah yang terkumpul di hatinya.
"Siapa yang memimpin kalian? maju!" Lelaki tadi berjalan mendekati Dayana dengan wajah tengilnya.
"Aku pemuda di desa ini!" Dayana menoleh ke laki-laki tersebut.
"Bilang kepada Salasy, aku memegang rahasia tersebesarnya. Kalau dia masih mencari gara-gara denganku, aku akan membuat dia dan keluarganya malu." Mata Dayana bersinar penuh kemarahan. Lelaki tadi tampak ragu, tapi berusaha menenangkan dirinya.
"Ini tidak ada hubungannya dengan Nyonya Salasy." Dayana tersenyum sinis.
"Sampaikan perkataanku tadi dan kalau Salasy tidak takut, kalian bisa kembali lagi ke sini kapan saja. Atau,...anda ingin saya buka rahasianya saat ini juga? berani menanggung akibatnya?" Lelaki itu tampak ragu dan pelan-pelan, dia mulai mengajak sekumpulan orang itu untuk meninggalkan rumah Linbu Gora.
Sorenya Salasy datang sambil marah-marah.
"Untuk apa kamu bawa-bawa namaku? aku tidak ada hubungannya dengan kelakuanmu dan kedua pengawalmu itu." Salasy sudah tidak bisa menggunakan Beum sebagai senjatanya, karena mereka sudah bertunangan. Tiba-tiba saja, Dayana mulai merasakan hawa dingin di hatinya dan dengan senyumnya yang terlihat licik, dia persilahkan Salasy untuk tenang dan duduk, mendengarkan ceritanya.
"Kamu tahu tentang sekumpulan orang yang dinamakan Pecha?"
Salasy tampak pucat saat mendengar cerita tentang Pecha.
"Pembohong, mana buktinya?!" Dayana tersenyum sinis.
"Fisik mereka tidak berubah. Silahkan diperiksa dan buktikan perkataanku." Salasy tampak kebingungan dan tidak menyangka sama sekali. Tubuhnya terhenyak di kursi dan tiba-tiba saja terasa lemas. Apa nanti kata keluarga suaminya dan warga desa Ladang Jahut? apalagi dia sudah memperkenalkan kedua pengawalnya kepada hampir semua warga desa.
"Aku menyimpan rahasiamu, Salasy dan bisa kubuka kapan saja, kalau kamu mencari gara-gara denganku. Ingat itu!" Sejak saat itu, Salasy tidak pernah berani kepada Dayana. Sejak saat itu juga, Dayana menjadi orang yang tidak lagi menggunakan perasaannya saat berbisnis.