Setelah 6 bulan di rumah, tiba-tiba aku mendapat surat dari pusat sekolah. Mereka meminta aku segera datang ke kota, sekolah dimana aku melaksanakan ujian akhir. Perasaanku rasanya campur aduk saat ini.
“Umak juga sudah menduga. Tidak mungkin kamu bisa bersekolah di tempat itu, tanpa ada rencana apapun di sana. Apalagi sekolah itu khusus laki-laki.” Agak lama aku termenung.
“Bagaimana dengan murid-muridku, Umak?” Umak membantu aku menyiapkan barang-barang yang akan dibawa ke kota.
“Berapa banyak dari mereka yang sudah bisa membaca?” Aku berusaha mengingat.
“Sudah hampir semua. Masih ada 3 orang lagi yang belum lancar.”
“Itu persoalan mudah. Untuk yang belum lancar membaca, bisa dibantu oleh yang sudah bisa membaca. Adikmu Salia juga bisa membantu.” Selama ini Salia selalu membantu aku mengajar di depan rumah, sambil menjaga Silmun.
“Lagipula, biaya pesta adat sangat mahal. Cepatlah kalian kumpulkan uang, sebelum Aklo dipanggil pulang.” Aku mengangguk, mengerti maksud umak.
**
Lindung sudah pergi lebih dahulu ke kota, karena aku baru saja mendapatkan surat panggilan. Hakbo dan Tahte yang mengantarkan aku ke kota. Sebelumnya aku pergi ke rumah Dahkli Sema untuk menceritakan perihal surat panggilan dari kota dan meminta ijin ke petugas balai desa, karena tidak bisa lagi membantu mereka.
Teman-teman Boani tampak sedih saat tahu aku akan pergi ke kota. Aku sampai ikut meneteskan airmata, melihat betapa sedihnya mereka.
“Kalian ini, kakakku bukan pergi untuk selamanya. Kalau liburan, kita masih bisa bertemu lagi.” Boani tampak jengkel melihat kami saling bersedih.
“Tapi kan beda rasanya, Boani. Biasanya kita setiap hari bertemu, sekarang tidak bisa lagi.” Boani memukul jidatnya dengan kesal dan segera pergi meninggalkan kami.
**
Inilah pertama kalinya aku bisa merasakan tinggal di asrama. Ruangannya sedikit lebih kecil dari kamarku dengan Selena, tapi aku hanya tinggal sendiri. Setelah semua barang sudah selesai aku rapikan, aku merebahkan tubuhku di kasur. Aku belum ada rencana untuk melakukan apa pun hari ini. Hakbo bilang kalau mereka akan bertemu dengan kawan Hakbo, yang akan membuat usaha di kota. Mereka menginap di rumah kawan Hakbo untuk beberapa hari. Plona mengawasi usaha Hakbo yang ada di desa, dia sama seperti Hakbo, sangat jago untuk urusan mesin. Kalau Tahte lebih terlatih untuk bicara dan menjelaskan bisnis-bisnis Hakbo ke calon investor, itu sebabnya Tahte selalu ikut Hakbo bertemu dengan investor-investor yang ada di kota. Sebentar lagi Hakbo akan membuka cabang di 3 desa tetangga, bersama dengan investor yang akan mereka temui. Aku bangkit dari Kasur, saat mendengar pintu kamarku diketuk dari luar.
“Halo tetangga.” Aku sangat terkejut melihat Selena tersenyum di depan kamarku. Aku segera memeluknya erat-erat.
“Sedang apa kamu disini, Selena?” Aku mengajak Selena masuk ke dalam kamar.