Love Letter

Benedikta Sonia
Chapter #3

Terima Kasih

“Sehari tidak membuat masalah bisa?” Suara CEO merendah. Terlihat anaknya begitu mengabaikannya. Dia mencoba untuk mengandalikan emosinya saat ini.

“Apa maksud ayah?” tanya Dias dengan penuh non-formal. Dia sama sekali tidak memperdulikan CEO yang tidak sanggup bernapas melihat kelakuannya hari ini.

“Kamu tahu. Ayah sampai bingung mau taruh di mana lagi muka ayah. Itu karena kamu!” tegas CEO yang tidak dikuburis sang anak. Melihat anaknya yang tidak peduli, dia menghela napas dan tersenyum sinis.

“Baiklah, ayah tahu posisi apa yang tepat untukmu.” Setelah berkata demikian, CEO mulai menurunkan emosinya dan menelepon sekretarisnya. Setelah mendapatkan jawaban yang memungkinkan, dia tersenyum dan menatap anaknya kembali.

“Mulai besok kamu akan bekerja di sini dan hukumanmu dimulai,” tegas CEO dan tatapan tidak percaya terlihat di wajah sang anak.

--

“Baiklah, mulai sekarang Dias akan bergabung dengan tim management sebagai karyawan biasa. Jangan ada yang memperlakukan dia istimewa! Jika ada yang memperlakukan dia istimewa, maka akan saya mengurangi gaji kalian 70%.” Semua yang ada di tim managemet mendengar hal tersebut langsung terdiam dan menurut.

Benar! Seharian Dias bekerja dengan lelah dan tidak mendapatkan istirahat kecuali makan roti sambil bekerja. Tidak ada yang membantunya, padahal waktu sudah menunjukkan waktu 10 malam. Seharusnya dia bisa pulang jam 8 malam tadi, tapi karena pekerjaan yang diberikan padanya sangat banyak maka dia mencoba menyelesaikannya malam ini. Karena dia yakin besok akan semakin banyak pekerjaan yang diberikan padanya.

Suara langkah kaki terdengar dan membuat merinding Dias. Dia mencoba fokus pada pekerjaannya dan mengabaikan suara itu. Tetapi, suara itu semakin dekat dan membuat Dias ketakutan. Pasalnya dia di kantor sendirian dan saat itu tidak ada yang lembur. Dia hanya bisa terdiam dan tidak melanjutkan mengetik kerjaannya.

“Kamu tidak meneruskannya, Tuan Muda?” ujar seorang wanita dari belakang.

“HHHHHAAAAA!!!!” teriak Dias ketakutan.

“Hei! Tenang! Ini aku, Intan!” Suara Intan agak meninggi untuk menyadarkan Dias.

“Kau!” Dias geram dan melihat sinis pada Intan. “Mau apa kau ke sini?”

Intan yang mendengar nada bicara itu langsung terdiam dan menundukkan kepala. Dia mengeluarkan 2 roti dan selembar stick note pada Dias.

Lihat selengkapnya