Dias memasuki rumahnya seperti biasanya, tengah malam dan suasana seperti biasa. Dia berjalan memasuki kamarnya dan kembali memikirkan 2 kata yang baru baginya, “Terima kasih” dan “Maaf”.
“Justru buat orang sepertiku itu terdengar seperti pujian.”
“Saya hanya bercanda, Tuan. Saya minta maaf. Baiklah, bagi saya kata ‘maaf’ seperti obat merah yang menutup semua yang terjadi. Itu bisa menjadi 2 pedang juga.”
“Ah itu, 2 pedang. Pedang yang pertama adalah lidah. Dia mudah sekali mengatakan ‘maaf’ seperti ‘aku minta maaf’, ‘maaf ya’, dan ‘maafkan aku’ akan tetapi jika pedang kedua tidak meresponnya dengan baik. Maka itu bisa menjadi luka hati.”
“Pedang kedua itu hati kah?”
Dias semakin berpikir. 2 kata yang simpel itu, kenapa terasa hangat di hatinya?
--
“Selamat pagi, Tuan Muda. Saya menyiapkan roti kukus dan salad serta susu seperti biasanya.” Suara juru masaknya menyambut Dias di meja makan itu. Dias menaruh tasnya di bangku dan duduk untuk meminum susunya. Terlihat juga CEO yang sedang membaca koran dan menikmati secangkir kopi paginya.
“Terima kasih. Maaf, saya hanya bisa makan rotinya. Saya buru-buru pagi ini. Oh ya, antarkan salad buah dan nasi goreng siang ini.”
CEO kembali terkejut dengan yang didengarnya, anaknya kembali mengucapkan kata baru kembali. Sedangkan juru masak hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum sambil menundukkan kepalanya. Dias meninggalkan rumah itu dengan mobil mewahnya dan ditanganya ada sebuah roti yang tadi dia ambil sebelum meninggalkan rumah.
--
“Apakah kamu punya kata baru untukku?” tanya Dias di tengah makan siangnya bersama Intan. Sambil menguyah bekalnya, Intan tersenyum dan mengangguk.
“Tolong. Kata yang ajaib dan meluluhkan orang juga.” Intan tersenyum dan melihat Dias.
“Maksudnya?” Benar! Dias langsung bertanya pada Intan arti dari kata tersebut.
“Kata ‘Tolong’ bagiku seperti penyelamat hidupku.” Intan tersenyum sangat lebar sambil mengunyah makanannya.
“Aku tidak pernah menyangka aku belajar hal remeh bagi orang lain padamu.” Dias hanya memainkan nasi goreng yang dia pesan oleh pembantunya tadi pagi.
“Sebenarnya, memang benar itu kata umum. Tapi banyak orang juga sudah melupakan kata itu semua.” Bukan main terkejutnya Dias ketika Intan mengucapkan itu.
“Cobalah kamu praktekkan nanti saat kamu membutuhkan sesuatu.” Intan langsung berdiri setelah mengatakan itu, kemudian pergi duluan meninggalkan Dias yang masih setia berpikir di tempatnya.