Love Letter

Benedikta Sonia
Chapter #8

Kejutan

“Selamat datang Tuan Dias.” Sambutan dari pegawai menyambut Dias pagi ini. Dias tersenyum menyambut sambutan itu kemudian masuk ke ruangannya. Sang sekretaris berdiri dan menyambut dengan senyuman.

“Selamat datang Tuan Dias dan selamat atas kenaikkan jabatan. Hadiahmu ada di atas meja kerjamu.” Intan tersenyum dan menundukan kepalanya seraya Dias masuk ke ruangannya dengan mengerutkan dahi.

“Hadiah?” Dias memiringkan kepalanya dan menutup pintu ruangannya. Sebuah coklat dan catatan kecil dengan bentuk love terletak dengan baik.

“Selamat atas kenaikan jabatan Tuan Muda. Aku hanya bisa memberikan ini. Semoga suka.” Dias membaca catatan itu dengan senyum lebarnya. Kemudian mengambil coklat dan memfotonya kemudian menuliskan sesuatu. Kemudian, duduk dan memakan coklat tersebut sambil mengambil berkas yang harus dia pelajari.

--

“Aku sangat menyukainya. Terima kasih, cantikku.” Intan membaca chat dari Dias sambil tersenyum sendiri. Kemudian Intan melihat ke arah ruang Dias dan tersenyum. Sayangnya, Dias tidak melihat itu karena sedang membaca sebuah berkas. Kemudian Intan melanjutkan pekerjaannya dengan senyuman lebar.

Hari sudah menjelang petang. Hari ini Intan melakukan pekerjaan dengan baik dan membantu Dias mengetik beberapa berkas untuk pengajuan investor berikutnya. Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar.

“Permisi ... saya ingin bertemu Tuan CEO.” Seorang wanita masuk dan membuat Intan bingung.

“Maaf, apakah sudah membuat janji dengan Tuan CEO sebelumnya?” Intan berusaha ramah pada wanita ini. Wanita yang tadinya anggun, berubah jadi wanita yang kasar.

“Haruskah saya membuat janji? Saya ini tunangannya!” Mata Intan membola.

“Hera!” Suara tegas Dias membuat keadaan kantor menjadi kacau hari itu.

--

Dias yang sedang mempelajari berkas harus terganggu dengan suara ketukan pintu yang agak sedikit kasar.

“Permisi ... saya ingin bertemu Tuan CEO.” Mata Dias membola dan segera menutup berkasnya.

“Maaf, apakah sudah membuat janji dengan Tuan CEO sebelumnya?” Intan terlihat tenang dan menyambut tamu tersebut dengan senyuman.

“Haruskah saya membuat janji? Saya ini tunangannya!” Kepalan tangan Dias mengeras. Dengan segera berjalan mendekati pintu dan membukanya dengan kasar.

“Hera!” Dias teriak dengan penuh amarah dan meredakan suaranya kemudian berusaha tenang. “Mau apa wanita jalang ke sini?”

“Wanita jalang?” Wanita itu menatap Dias dengan marah.

Lihat selengkapnya