Love Letter

Benedikta Sonia
Chapter #13

Hope

Beberapa polisi dan tim forensik menyusuri lokasi dan menemukan cipratan darah yang menempel pada sekumpulan rumput. Tim forensik mengambil sampel itu secara hati-hati dan memasukkan ke kantong bukti. Anjing polisi juga dikerahkan untuk menemukan jasad Pengawal Fu yang tertembak, akan tetapi nihil hasilnya. Beberapa saksi mata yang juga melihat kejadian itu dan merekam kejadian, namun terpaksa dihapus karena ancaman dari si penembak. Saksi mata juga menyebutkan ciri-ciri penembaknya, seperti 8 orang yang berbadan kekar dan 1 orang wanita yang memegang senjata. Semuanya menggunakan masker dan topi hitam, kecuali wanita yang hanya memakai masker.

“Mereka menyeret jasad pria dan membersihkan sisanya. Wanita itu kelihatan menggelengkan kepala terus berbisik sesuatu,” ujar salah seorang saksi.

“Setelah itu mereka pergi dan kami tidak melihat lagi. Oh ya, beberapa pria dari wanita itu mengejar gadis itu. Kami tidak tahu bagaimana nasibnya,” tambah saksi lainnya.

“Pak! Sampel darah yang kami temukan sudah kami bungkus. Akan akan menelitinya di laboratorium. Kami berangkat duluan.” Tim Forensik langsung pergi meninggalkan tempat itu. Polisi masih menusuri daerah dan menemukan sebuah gudang yang terletak dibelakang sekolah.

“Anjing-anjing itu terus mengendus tanah dan mengorek-korek pintu gudang itu. Kurasa ada sesuatu di gudang tersebut.” Salah seorang polisi melihat keanehan dari anjing-anjing itu. Semua polisi bersiaga di samping sisi kanan dan kiri gudang kemudian satu orang polisi mendobrak pintu gudang itu. Setelah di dobrak semua polisi langsung mengarahkan senjata ke pintu gudang itu. Mereka semua terkejut melihat keadaan gudang yang berantakkan. Anjing-anjing itu langsung berlari menuju satu sisi dan menggali-gali. Polisi semakin bingung dan mendekati galian anjing-anjing itu. Mereka kembali terkejut melihat beberapa anak peluru yang masih panas.

--

Dias kembali ke rumah sakit dengan lemas. Dia kembali mengingat nasib Indah. Tangannya bergetar dan tidak sanggup membuka pintu. Bahkan dia tidak sadar bahwa tidak ada penjaga yang biasa menjaga kamar rawat itu.

“Hiks ... hiks ... hiks ... Jangan ke sini kak! Di sini gelap dan AAAA!!!”

 

“Aku menunggumu di tempat kita.”

 

“Aku tahu kamu mengirim mata-mata atau polisi ke sini. Tenang! Aku hanya ingin bermain dengan Indah. Para pria hidung belang sedang membuatnya merasakan surga dunia.”

Tangannya yang tadi bergetar, dia pandangi lekat. Pandangan mengabur dan keseimbangannya hancur.

“Aku membuat hidupnya sengsara. Aku pantas dihukum.” Dias memukul kepalanya sendiri dan terus mengulang perkataannya tadi. Dia menangis sesenggukkan sambil melakukan itu.

Setelah puas menangis, Dias masuk ke ruangan sambil menundukkan kepalanya. Dias terlihat masih menangis dan mencoba menegakkan kepalanya. Dia terkejut dan mulai panik kembali. Intan menghilang dalam keadaan sakit. Dias membuka pintu toilet berharap Intan sudah bangun dan sedang di kamar mandi, namun hasilnya nihil. Intan tidak ada, mungkin Hera dan pengawalnya sudah membawanya. Dia juga melihat keluar pintu, tidak ada penjaga yang biasa menjaga kamar rawat Intan.

“Bagaimana ini? Aku terus membuat kesalahan! AKH!!!” Dias mengamuk dan mulai menelepon ayahnya. Namun sang ayah tidak menjawab dan itu membuat Dias meneteskan air matanya kembali. Kakinya lemas dan terjatuh lagi. Dia terus menangis dan melihat sebuah kertas terjatuh dari tempat Intan dirawat.

To: Dias, My Son

 

Lihat selengkapnya