Love Letter

Benedikta Sonia
Chapter #17

Jujur

 “Ayah, sampai kapan kita di sini? Aku sangat merindukan adikku dan Dias.” Intan bertanya dengan penuh penasaran (mungkin terdengar merengek).

“Sampai situasi aman....” Tuan Pramuda terkejut dengan apa yang dikatakannya. Intan terdiam dan tidak mengerti apa yang diucapkan. Saat Intan hendak bertanya, Tuan Dias mendapatkan sebuah panggilan dan pergi agak menjauh dari balkon tersebut.

“Apa maksud ayah tadi? Apakah ada yang mereka sembunyikan dariku?” lirih Intan saat melihat Tuan Pramuda pergi menjauh. “Mending aku ke dapur deh. Haus banget.”

--

“Ayah, bagaimana keadaan Intan?” Dias menelepon dengan tenang kali ini.

“Tampaknya dari suaramu terdengar jelas bahwa situasi sudah aman.” Suara Tuan Pramuda mulai kelihatan gembira.

”Sudah aman ayah. Berkat bantuan dan sedikit ancaman. Aku merasa berdosa kali ini. Tubuhku mulai aneh. Tangan gemetar dan selalu ada perasaan takut.” Dias mengehela napas dan terdiam menatap pengawalnya yang duduk di samping supir. “Aku sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit tempat Indah di rawat.”

“Bagaimana dengan kantor? Apakah semua berjalan dengan baik?” Mata Dias membelalak. Dia lupa dengan semua yang terjadi di kantor.

“Ayah, aku telepon lagi nanti ya. Aku lagi diperjalanan.” Sambungan telepon dimatikan oleh Dias dan dengan sigap jemarinya membuka panggilan cepat.

“Pak Chan, bagaimana perkembangan? Maaf saya tidak bisa ke kantor kemarin.” Suara Dias menyambut di telepon itu.

“Semuanya aman terkendali, Tuan. Tapi ada 5 berkas yang Tuan harus tanda tangan.”

“Saya akan ke kantor sebentar untuk melihat berkasnya.” Final Dias yang menutup teleponnya. “Pak kita ubah arah menjadi ke kantor, ya.”

Supir menganggukkan kepalanya dan melajukan mobil mereka menuju ke kantor. Victor langsung terdiam dan tersenyum.

“Ini hari, hari pertama Tuan bekerja di kantor akibat kejadian ini, ya?” Victor bertanya dengan sangat hati-hati.

“Ya, ini hari pertama saya bekerja setelah kejadian ini. Victor kamu akan merangkap jabatan kali ini. Apakah bisa?” Dias memegang kepalanya yang terasa berat. Dia ingin tidur tapi tidak bisa karena kejadian ini dan kerjaan barusan.

“Bisa, Tuan. Saya harus melakukan apa?”

Lihat selengkapnya