Dokter Ariny mengulurkan tangan sambil tersenyum, “Selamat ya, Pak.”
Yudis mengerutkan kening. Ada pertanyaan yang menggelayut di benaknya untuk segera mendapatkan jawabannya. Kedua alisnya bertaut. Rasa penasarannya mesti segera terselesaikan.
“Untuk?”
“Anda akan menjadi seorang ayah!” Dokter Ariny berkata sungguh-sungguh.
Sejenak Yudis hening. Bingung dan rasa tak percaya berkumpul menjadi satu di dadanya. Bibirnya perlahan terbuka. Kata-kata pun segera meluncur untuk memastikan lagi ucapan Dokter Ariny.
“Maksud Dokter istri saya hamil?”
Dokter Ariny mengangguk dan tersenyum. Mata Yudis berkaca-kaca. Raut wajahnya mulai berubah. Tampak semringah.
“Alhamdulillah ....” Seketika itu juga terbayang dalam benaknya sesosok bayi mungil yang akan menjadi penyejuk kalbu, pelipur lara. Nama anak pertama pun segera terlintas. Baju-baju mungil, perlengkapan dan kamar bayi warna warni mulai terbayang di benaknya. Bibir Yudis pun melengkung senyum. Terngiang tangisan suci bayi meminta susu. Sang Dokter seolah mengabarkan surga baginya.
Yudis tak mampu menyembunyikan kebahagian. Berkali-kali terdengar lafaz hamdallah dari bibir tebal sedikit coklatnya. Wajah berkulit hitam manis ciri khas orang Sunda itu begitu memancarkan kebahagiaan. Mata sipit dengan alis tebal berbinar-binar. Betapa tidak, Yudis menyangka Ratri - wanita yang baru dinikahi tak lebih dari satu bulan - itu sakit, ternyata sedang mengandung anak pertama.
“Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah, Engkau telah memampukan aku mewujudkan satu keinginan Ibu, memberinya seorang cucu.” Ada air mata di sudut jendela jiwa. Mengembun, menyiratkan kebahagiaan.
Memang, tak ada yang lebih membahagiakan bagi sepasang suami istri selain dikaruniai seorang anak. Terlebih bagi seorang wanita. Proses kehamilan dan melahirkan adalah salah satu anugerah dari Allah kepada kaum hawa yang bertujuan untuk menaikkan derajatnya. Tempat berdiam janin disebut Rahim, sama dengan salah satu Asma Allah. Jadi alangkah bodohnya wanita yang menyia-nyiakan anugerah Allah tersebut.
“Terima kasih, Dok,” ucap Yudis, “kandungannya sehat kan, Dok ?”
Dokter Ariny kembali tersenyum. Bagi seorang dokter, kebahagian pasien memang sesuatu kepuasan. “Istri Anda dan kandungannya sangat sehat. Muntah-muntah dan pingsan hanya reaksi sesaat dari ngidam. Dan usia kandungannya kini sudah tiga bulan lebih dua minggu.”
“Apa, tiga bulan?” Yudis terkejut. Mata sipitnya membesar. “Nggak salah, Dok?” katanya lagi seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Dokter Ariny.
“Kenapa, Pak Yudis?” Dokter Ariny heran. “Ada yang salah?”
Yudis terdiam. Raut kebahagiaan seketika hilang berganti wajah gelisah. Hatinya bertanya-tanya, bagaimana mungkin istrinya sudah hamil tiga bulan sedang mereka baru menikah satu bulan. Bahkan sebelum menikah mereka tak pernah saling bertemu meski sudah lama saling kenal. “Apa Dokter Ariny salah memeriksa ?” Yudis bingung. “Atau ...” Yudis mengepalkan tangan.