Hujan Paling Jujur Di Matamu

Hadis Mevlana
Chapter #11

Rencana Lamaran

Alangkah dasyatnya energi cinta. Jerit hati Yudis, ternyata mampu membuat Dewanti yang saat itu tengah koma membuka mata seketika. Tentu saja itu membuat Bu Nining dan Pak jovan senang. Mereka segera mendekati Dewanti.

Alhamdulillah kamu sudah sadar, De ...,” lirih Bu Nining. Sementara Pak Jovan memegang tangan putrinya penuh kasih.

Dewanti menatap wajah kedua orangtuanya secara bergantian. Matanya sayu. Rasa sakit di kaki dan kepalanya membuat dia tak segera menjawab. Belum lagi pikirannya yang langsung teringat pada Yudis. Pandangannya mengitari setiap sudut ruangan seperti mencari seseorang.

“Yu ... Yudis ...,” lirihnya.

Bu Nining mengusap wajah putrinya. “Mungkin Yudis sedang sangat sibuk hingga dia belum bisa datang,” Bu Nining menduga-duga.

“Sudahlah, De. jangan banyak berpikir dulu supaya kesehatan cepat pulih.” Pak Jovan menimpal.

Dewanti tak menjawab. Ia kembali memejamkan mata seraya menikmati sakit pada kaki dan kepalanya. Namun rasa sakit itu seketika tertutup dengan sakit lain yang langsung bersumber dari hatinya. Sakit karena Yudis seolah tak peduli akan dirinya. “Atau mungkin Yudis belum tahu kalau aku kecelakaan?” tanya hatinya.

 Bersamaan dengan itu, seorang dokter muda dan seorang seorang perawat masuk ke dalam ruangan. Dia adalah Dokter Bagas. Bu Nining dan Pak Jovan menyambut ramah. Tanpa banyak kata, Dokter Bagas segera memeriksa kondisi Dewanti. Bu Nining dan Pak Jovan hanya diam. Mereka memberikan keleluasaan kepada sang Dokter.

Dokter Bagas menarik napas dalam. “Untung saja benturan di kepalanya tidak terlalu keras. Tidak mengakibatkan luka dalam. Sedang untuk kakinya, butuh waktu cukup lama untuk kembali ke kondisi normal,” jawab Dokter Bagas.

“Terima kasih, Dokter,” ucap Pak Jovan.

Dokter Bagas tersenyum.“Sudah tugas saya, Pak.” Katanya. Kemudian menatap wajah Dewanti yang meski dalam kondisi seperti itu, aura kecantikannya tetap terpancar. Ada yang lain dalam tatapan Dokter Bagas kepada Dewanti. “Kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk bicara sama saya, ya,” katanya dan tersenyum kepada Dewanti.

Dewanti tak menjawab. Tak ada keinginan saat ini dalam hatinya selain berjumpa dengan Yudis. Hatinya menjerit memanggil-manggil Yudis.

Seorang pria masuk ke dalam ruangan. Ternyata Arya. Dewanti menatap Arya dengan pandangan penuh tanda tanya dan harapan. Arya seolah bisa membaca tatapan sahabatnya itu. Namun, langkahnya tertahan ketika melihat dokter. Ia takut mengganggu dokter yang sedang bicara dengan Dewanti. Baru setelah Dokter Bagas keluar, Arya mendekati Dewanti.

“Yu ... Yudis?” lirih Dewanti.

Lihat selengkapnya