Hari berganti, waktu berlalu. Kesibukan menyiapkan pernikahan, membuat Yudis semaki lupa pada Dewanti. Meski terkadang ia mengingatnya namun, bayangan wajah Ratri segara menghapusnya. Rupanya Yudis memang telah jatuh hati kepada Ratri yang tak lain adalah sahabat masa SMA-nya dulu. Yudis memutuskan untuk segera menjual galerinya setelah menikah nanti. Ia tak ingin berjauhan lagi dengan ibu dan tentu saja istrinya.
Hari yang dinanti pun tiba. Sejak pagi, hujan mengguyur Kota Bandung. Namun itu tak mengurangi kebahagiaan di hati Yudis sekeluarga. Mereka telah siap untuk segera berangkat ke Pondok Pesantren Al Ilma. Bahkan saudara ibu dan almarhum ayahnya yang dari luar kota sudah datang. Sengaja mereka ingin menyaksikan dan memberi restu kepada Yudis yang akan melepas masa lajang. Menyunting gadis putri seorang pengasuh pondok pesantren. Tentu saja itu menjadi kebanggan tersendiri bagi keluarga besar Yudis.
Menjelang Asar hujan reda. Langit Kota Bandung mempercantik diri dengan pelangi. Melengkung lanksana cincin mengikat erat Burangrang dan Tangkuban perahu. Dua gunung sejarah Kota Bandung. Usai salat Asar, Yudis bersama keluarga besarnya segera berangkat menuju Pondok Pesantren Al Ilma di daerah Subang, di kaki Gunung Burangrang.
Yudis mengendarai Mercy-nya bersama Ibu tercinta. Sedang keluarga yang lain membawa mobilya masing-masing. Rio dan calon istrinya yang sedang hamil tak ketinggalan. Mereka ikut serta ingin menyaksikan prosesi pernikahan Yudis yang telah mereka anggap sebagai kakak kandung sendiri.
Untuk lebih menyingkat waktu perjalanan, Yudis bersama keluarga mengambil rute dari jalan Cihanjuang memasuki Tol Padalenyi. Kemudian mengambil jalur Tol Cipularang tujuan ke jalan Cikopo Bungur Sari dan IR. H. Juanda. Dari sana , Yudis belok kanan ke jalan Jendral Sudirman dan terus lurus menuju jalan Cikalong Sari. Lalu memutar balik menuju jalan Ciasem Subang.
Tiga puluh menit menjelang Maghrib, mereka telah tiba di depan gapura Pondok Pesantren Al Ilma. Begitu mereka turun dari mobil, Tim Marawis Pesantren segera menyambutnya dengan hentakan tabuh-tabuhan dan lantunan Sholawat. Suasana sangat meriah di pesantren itu. Namun tetap beruansa islami. Di sebelah selatan halaman pesantren yang cukup luas itu berdiri sebuah panggung. Yudis sekeluarga bari tahu kalau nanti setelah akad akan diadakan pengajian dengan menghadirkan beberapa da’i kondang Kota Bandung. Tentu saja itu membuat Yudis dan keluarganya semakin bahagia.
Mereka segera dipersilakan masuk ke dalam masjid. Wanita dan laki-laki disediakan tempat khusus sehingga tidak berbaur. Laki-laki di persilakan di lantai bawah masjid, sedang kaum perempuan di persilakan untuk naik ke lantai dua masjid itu. Ustad Suhada duduk berdampingan dengan Yudis yang sore itu mengenakan baju koko berwarna hitam denga motif batik di dada dan pergelangan tangan.