Hujan Paling Jujur Di Matamu

Hadis Mevlana
Chapter #17

Bunga Untuk Dewanti

Benar saja, sesuai janjinya, lima belas menit setelah azan zuhur berlalu, Dokter Bagas sudah kembali datang keruangan Dewanti dirawat. Arya sudah pulang ketika itu. Tapi Pak Jovan sudah ada bersama Bu Nining. Kali ini Dokter Bagas datang sendiri. Bahkan entah apa yang ada dalam pikiran sang dokter karena kali ini ia membawa seikat bunga. Bu Nining dan Pak Jovan sangat senang melihat perhatian sang dokter kepada putrinya.

Dokter Bagas langsung mendekati Dewanti yang masih saja memejam mata seolah ia tak ingin lagi melihat indahnya dunia. Diletakkannya seikat bunga itu pada bantal tepat di samping kepala Dewanti. Sehingga Dewanti dapat mencium wangi bunga itu. Terlihat beberapa kali Dewanti menarik napas dalam. Kemudian membuka mata. Bu Nining dan Pak Jovan tersenyum.

“Bagaimana kondisimu saat ini?” tanya Dokter Bagas.

Namun tetap saja Dewanti tak menjawab dan segera memejamkan matanya kembali. Pak Jovan dan Bu Nining menghela napas dalam.

“Bisa bangun sebentar, De. Aku mau ganti perbanmu?” Ucap Dokter Bagas lembut.

Dewanti membuka matanya. Ia menatap dokter Bagas yang saat itu sedang menatapnya juga. Rupanya meski Dewanti sedang sakit, tapi kepekaannya masih ada. Ia bisa melihat siratan lain dalam tatapan dokter itu. Namun lagi-lagi Dewanti tak bersuara. Ia hanya mencoba bangkit. Dokter Bagas segera membantunya.

“Nah … kamu sudah kuat kan! Apa aku bilang, kamu itu wanita yang tangguh,” ucap Dokter Bagas disertai senyum.

Dewanti membalas senyum sang dokter dengan senyuman yang sangat terlihat dipaksakan.

Pak Jovan dan Bu Nining segera duduk di sisi lain tempat tidur. Sedang Dokter Bagas segera mengambil peralatan untuk mengganti perban Dewanti. Setelah semua siap, barulah Dokter Bagas membuka satu persatu perban yang menutupi luka Dewanti dimulai dari luka pada kepalanya.

Dengan sangat pelan dan hati-hati Dokter Bagas membersihkan luka pada kepala Dewanti. Kemudian menggantinya dengan perban yang baru. Begitupada kaki dan tangannya. Meski sesekali Dewanti terlihat meringis kesakitan, namun ia tetap tak bersuara.

“Bagaimana lukanya, Dok?” tanya Pak Jovan.

Lihat selengkapnya