Senja redup. Malam datang, azan berkumandang. Hujan, semakin deras. Maghrib itu Yudis salat di rumah. Berjamaah dengan istri dan ibunya.
Semenjak menikah, Yudis menjadi lebih taat beribadah. Jika dulu Yudis sering dengan sengaja meninggalkan Salat, tapi kini terkadang Yudis telah siap ke masjid sebelum tiba waktu salat. Pernikahanya dengan Ratri membuat perubahan besar dalam hidup.
Usai salat maghrib yang dilanjutkan dengan zikir dan doa, Yudis dan Ratri bersantai di ruang tengah. Di luar hujan masih deras. Sementara Bu Farida masih dalam kamar. Seperti biasa ia baru akan keluar setelah salat isya.
“Mau kopi, Aa?” tanya Ratri yang tak pernah jauh dari Yudis.
“Boleh, gulanya setengah sendok aja ya!” jawab Yudis.
“Kenapa?” sahut Ratri.
“Kan yang bikinnya udah manis, takut kemanisan. Hehe ….”
“Ih gombal ah!” Ratri mencubit tangan Yudis dan segera beranjak menuju dapur. Yudis tersenyum gemas.
Tak lama Ratri sudah kembali. Bersamaan dengan itu di halaman sebuah avanza putih berhenti. Dari dalamnya keluar Rio dengan Tante Diana yang langsung masuk setelah mengucap salam.
“Ciee … pengantin baru. Lengket banget,” seloroh Rio.
“Harus dong,” jawab Yudis sambil memeluk Ratri yang hanya tersenyum.
“Kita ngeganggu tidak nih?” seru Tante Dian.