Hujan Paling Jujur Di Matamu

Hadis Mevlana
Chapter #20

Kembali Ke Jakarta

Matahari masih belum muncul ketika Yudis, Bu Farida dan Ratri pergi menjemput Tante Diana dan Rio untuk pergi ke Pondok Pesantren Al Ilma menemui Ustad Suhada. Setelah itu, Yudis segera melanjutkan perjalanannya ke Jakarta. Hari ini ia ada janji dengan seseorang yang hendak membeli galerinya. Yudis ingin urusannya ini cepat selesai. Jakarta terlalu panas baginya, terlalu banyak kenangan indah bersama Dewanti di sana.

“Ah, bagaimana kondisi Dewanti saat ini. Semoga saja dia sudah baik,” desah Yudis sambil terus meluncur di jalan tol. Tiba-tiba saja dadanya menyesak. Perasaan bersalah menekan hebat. Bagaimana ia bisa melupakan Dewanti begitu saja. Bahkan tak memberi kabar sedikit pun kepada Dewanti yang sedang terkapar di rumah sakit.

“Maafkan aku Dewanti,” desahnya.

Pukul delapan Yudis sudah sampai di Jakarta. Kebetulan jalanan tak terlalu macet. Keluar dari Tol, ia langsung menuju galerinya di Kemang. Langit Jakarta sangat cerah. Gemawan berarak, laksana bunga kol yang mengapung di lautan nan biru. Tiga puluh menit kemudian, ia tiba di depan galerinya.

Ada perasaan tak rela dalam hati ketika mengingat harus menjual galeri yang ia bangun dari nol. Dari hasil kerja kerasnya sendiri. Sejenak Yudis diam dalam mobil. Memandang sebuah Tulisan ‘Yudi’s Galeri and Colection’ yang dibuatnya sendiri menggunakan huruf timbul berbahan sabut kelapa sehingga terkesan alami. Yudis menarik napas dalam. Lalu keluar dari mobil.

Dengan langkah pelan, Yudis mendekati pintu kaca besar, membuka kuncinya. Lalu masuk. Pintu tetap dia biarkan terbuka. Bagian depan galeri itu memang semuanya terbuat dari kaca. Itu sengaja agar semua isi galeri tersebut dapat terlihat dari luar. Sedang ruangan di lantai dua, adalah kamar sekaligus sebuah ruangan tempat Yudis melukis. Bahkan Yudis membebaskan siapa saja untuk mempergunakan ruangan itu untuk berkarya. Selain itu, bagi para pemula, Yudis tak segan untuk berbagi ilmu dan pengalaman.

Yudis melihat jam tangannya. Sudah jam sepuluh kurang lima belas menit. Si pembeli berjanji akan datang jam sepuluh ke galeri. Masih ada lima belas menit. Yudis memutuskan untuk ngopi di kafe sebelah galerinya. Sebuah kafe bergaya minibar di luar ruangan. Sehingga jika ada orang yang datang ke galerinya ia bisa melihatnya. Yudis segera menuju ke sana.

“Ke mana aja Kang?” tanya pelayan kafe yang ternyata sudah kenal dekat sama Yudis.

“Aku pulang!” jawab Yudis singkat. Tak perlu berkata, si pelayan sudah sangat hafal apa yang diinginkan Yudis di kafe itu. Dia segera menyajikan secangkir kopi hitam kental dengan gula terpisah.

“O iya, Kang. Kemarin kemarin ada pria yang mencari akang,” kata pelayan kafe berpenampilan cukup seksi itu.

“Siapa?” Yudis bertanya anpa menatap.

“Kalau saya tidak salah, namanya Arya.”

“Arya!”

“Kang Yudis kenal?”

Lihat selengkapnya