“Memang indah lagunya. Seindah perasaan cintaku padamu, De.”
Tiba-tiba Bagas bersuara. Dewanti meliriknya.
“Jawabannya nanti, Kak” tukas Dewanti
Bagas tersenyum hambar.
”Iya, De. Kak Bagas akan selalu setia menunggu jawabanmu,” kata Bagas sambil memegang tangan Dewanti yang hendak berdiri. Mereka berjalan keluar. Setelah sebelumnya Dewanti memandang Arya yang juga sedang menatapnya di atas pentas.
Lampu-lampu sepanjang jalan dipandanginya penuh penghayatan. Dewanti tak bersuara. Entah kenapa lagu yang tadi dinyanyikan oleh Arya begitu melekat diingatannya. Seolah lagu itu adalah bagian dari pikirannya. Sementara Bagas hanya tersenyum. Dia menyangka diamnya Dewanti itu karena sedang memikirkan jawaban untuknya. Bagas yakin sekali kalau dia bisa memiliki Dewanti. “Bagaimanapun caranya, aku harus dapat memilikimu walau pun hanya sesaat,” ucap Bagas dalam hati sambil melirik Dewanti dengan sudut mata.
***
Pak Jovan yang ternyata telah kembali dari Singapura sedang duduk bersama Bu Nining di teras rumah. Mereka menunggu Dewanti pulang. Begitu melihat sebuah mobil BMW berhenti di pintu pagar halaman, Pak Jovan sendiri yang membukakannya. Melihat ayahnya, Dewanti sangat senang. Pak Jovan segera membuka pintu untuk Dewanti setelah mobil berhenti di depan teras.
Dewanti pun berusaha keluar sendiri dari dalam mobil. Namun, dengan Sigap Pak Jovan segera membantu putrinya dan membingbingnya menuju teras kemudian mendudukannya pada kursi rotan panjang di samping Bu Nining. Bagas mengikutinya dari belakang.
“Bagaimana makan malamnya?” tanya Bu Nining.
Dewanti menjawabnya dengan senyum sambil meluruskan kaki kanannya yang terasa kebas.
“Maafin Dewanti jika merepotkan ya, Nak Bagas,” ucap Bu Nining.
Bagas tersenyum. “Ah ibu, Dewanti tidak merepotkan kok. Justru saya sangat senang bisa makan malam dengannya,” Jawab Bagas.
“Terima kasih Nak Bagas!” sahut Pak Jovan.
“Kapan Papa pulang?” tanya Dewanti.
“Lima menit setelah kalian pergi,” Bu Nining yang menjawab.