Toko buku milikku sedang sepi. Hujan bergemericik seharian seolah tak bosan bercumbu dengan atap, tanah, daun-daun basah, serta isi kepalaku yang gelisah.
"Ada apa?" Hujan seperti berbisik dibalik jendela.
"Kau terlampau murung, macam ahli filsafat saja, padahal mungkin Socrates saja berbahagia ketika meminum racun dalam cangkirnya, Van Gogh bergembira ketika mengerat putus sebelah telinganya. Lalu kau, mengapa kau?"Hujan kembali bertanya.
Belum sempat kujawab ia meluncur jatuh dari jendela, terpelanting diatas seng-seng rombeng, menari di sepanjang aspal lalu hanyut disepanjang sungai yang keruh. Rintik hujan muncul dan muncul lagi, ia ada dimana-mana, bahkan ketika kupalingkan mata pada televisi. Hujan di televisi tak pernah terlihat romantis. Ia menghanyutkan apa saja, menenggelamkan rumah-rumah, merebahkan pohon-pohon dan tiang reklame. Hujan mungkin hanya terlihat romantis di televisi ketika mereka memutar film India.
Aih, India! Negeri seribu dewa-dewi! Negeri terciptanya epos Ramayana dan kisah anak-anak Pandu menggelar Bharatayudha, perang yang menumbuhkan bimbang Arjuna hingga terciptalah Bhagawatgita. India, negeri yang melahirkan Rabindranath Tagore, Bibhutibhushan Banerji, Mahatma Gandhi, hingga Kajol dan Shakh Rukh Khan. India mungkin negeri penghasil film paling produktif sedunia. Duta besar India di Jakarta pernah mengatakan di media, dalam setahun mereka bisa menghasilkan 1000 judul film.
Amboi, 1000 judul film! Aku tak tahu apakah ketika mengatakannya pada Wartawan, sang Dubes tengah serius atau bercanda, jika benar, bisa dibayangkan bagaimana industri film India menghidupi banyak orang, penari, penyanyi, aktor, aktris, figuran, dan banyak pekerja film lainnya.
Selain Amerika dan China, dalam urusan sinema India adalah negara paling akrab dengan Indonesia, Korea menyusul belakangan dengan Industri drama dan K-Pop nya, mereka pernah menggebrak dunia dengan "Gangnam Style" membuat demam tarian ala koboi Texas di jagat raya.
Ketertarikan remaja dunia pada Korea merebak di dunia, ini aku tahu ketika memperhatikan percakapan di beberapa sosial media, Instagram, youtube hingga Ome TV. Anak-anak muda dari peradaban eropa tertarik mempelajari banyak hal tentang Korea, dalam hal ini Korea selatan tentu saja, sementara pada Korea utara berbanding kebalikannya. Aku tidak tahu, apakah Kim Jong Un yang benar-benar membuatnya begitu atau framing media yang menjadikan Korut seperti itu.