Hujan Tanpa Awan

Jea
Chapter #3

Part 3 Harapan dan asa

 Cerah berganti mendung, Awan menjadi hujan. Rasa dan masa terus berubah. Sudah banyak yang berlalu. Termasuk usia. Kini Aisyah dan teman-teman seangkatannya harus melanjutkan perjalanan kehidupan mereka masing-masing di tempat yang berbeda.

Lulus dari MAN ada yang memilih untuk meneruskan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, ada yang memutuskan untuk langsung mencari pekerjaan dengan ilmu dan kemampuan seadanya, bahkan ada yang telah siap untuk menikah karena jodoh telah ditetapkan oleh orang tua.

Dari empat puluh lima santri yang berhasil menyelesaikan pendidikannya di pesantren, ada yang memiliki pilihan dan ada yang sama sekali tidak memiliki pilihan. Yang memiliki pilihan akan memilih sesuai dengan keinginan mereka. Dan yang tidak memiliki pilihan hanya bisa pasrah menerima kehendak takdir. Kemiskinan terkadang membuat sebagian manusia menjadi pesimis, orang miskin sering berpikir bahwa mimpi hanya untuk orang-orang kaya.

Aisyah bermimpi bisa mendapatkan beasiswa ke Madinah, usaha kerasnya ternyata tidak menghasilkan sebuah kesempatan yang di impikan. Dia gagal masuk seleksi Universitas Madinah. Ilmu yang dimilikinya belum dapat membawa gadis Arab Malayu itu terbang ke Rumah Rasulullah. Padahal pihak pesantren telah memberikan kesempatan untuknya mengikuti seleksi tersebut. Standar kelulusan yang sangat tinggi. Membuatnya gagal.

Gadis lugu itu terpaku menatap anak gunung yang puncaknya masih berselimut awan putih. Embun tipis berhembus. Perlahan masuk kedalam pori-pori membuat tubuhnya kedinginan. Aisyah merapatkankan jaket hitam yang dikenakan. Angin gunung bertiup pelan membawa dahan-dahan kecil dan daun-daun meliuk seperti penari latar diatas panggung pertunjukkan. Lebah dan serbuk sari sedang bekerja menyemai bunga-bunga di tepi tembok pesantren.

Aisyah masih melamun di tepi ladang sayur yang menghadap ke kaki gunung. Memikirkan kata-kata Pak Kiayi setelah salat subuh tadi. Pak Kiayi memberikan nasehat kepada para santri yang sebentar lagi akan meninggalkan pondok, berbekal ilmu agama yang sudah diajarkan selama enam tahun, Pak Kiayi berharap semua santri dapat menjaga iman dan takwa mereka.

Ujian iman baru akan di mulai ketika soal-soal ujian telah dibagikan. Selama ini pesantren berusaha menjaga para santri dari godaan terbesar nafsu dan syahwat yang dapat menyesatkan jalan lurus mereka. Tapi diluar sana, di negeri yang serba bebas. Tiada lagi yang bisa menjaga diri mereka selain mereka sendiri.

“Tidak lengkap iman seseorang jika tidak ada ujian. Seperti halnya sekolah. Setiap siswa akan diberikan ujian untuk menguji pemahaman mereka. Jika mereka lulus maka mereka akan naik kelas. Ujian bukanlah hal yang mesti di takuti, tapi ujian adalah hal yang mesti dihadapi.” Keburukan dan kebaikan di mata Allah sama, sama-sama diciptakan untuk manusia. Ada yang bertugas menjadi orang buruk dan ada yang bertugas menjadi orang baik, itulah guna ilmu yang dipelajari. Untuk membedakan mana kebaikan dan mana keburukan. “Namun, aku mengingatkan kepada kalian anak-anakku bahwa manusia tak boleh menyalahkan takdir atas kesalahan yang kalian perbuat. Tapi, kalian harus segera bertobat dan mengakui kesalahan. Berjanji dan bersungguh-sungguh untuk tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Berusaha untuk tetap istiqamah di jalan Allah. Orang berilmu ujiannya akan lebih besar.”

Lihat selengkapnya