Catatan mengenai kerajaan Chola dari Jambudwipa bagian selatan sebenarnya telah selesai di tahun seribu dua ratus tujuh puluh sembilan Masehi sebelum digantikan oleh Wangsa Pandya. Namun, pengaruh Chola yang sudah terlanjur melekat di Melayu, membuat pasukan Chola masih bercokol di beragam negeri.
Darmasraya yang mengaku telah mengambil alih kekuasaan dan pengaruh Sriwijaya di tanah Melayu saja sudah dengan berani menolak kehadiran pasukan Chola yang berita tentang keberadaannya di Jawadwipa sendiri sudah tak terdengar lagi.
Bisa dipahami mengapa keberadaan Pangeran Sulong sebagai pewaris sah dan satu-satunya Kerajaan Songkhra tidak didukung oleh kebanyakan pejabat dan pembesar pemerintahan kerajaan yang diwakili oleh Empat Pembesar Utama. Keputusan sang Raja Tua untuk membagi kerajaan menjadi dua merupakan keputusan yang langsung saja bisa diterima dan diamini para pembaiat itu. Tak ada yang paham apa tujuan dan keinginan Dama’ Bintang sebenarnya. Bisa jadi dengan bekerjasama dengan kerajaan Chola yang sudah mulai menghilang namanya itu memberikan semacam kedaulatan baginya untuk melanjutkan mimpi penguasaan tanah Melayu.
Dengan menyerap kerajaan Chola yang sedang sekarat, Dama’ Bintang mungkin berharap kekuatan kerajaan Songkhra akan mengulang kejayaan Chola atas Sriwijaya di masa lampau. Sebagai ganti kerajaan Chola, Songkhra akan pula mencapai kejayaan. Darmasraya yang sempat memiliki kekuasaan dan pengaruh atas Songkhra karena mengaku sebagai penerus Sriwijaya, pada akhirnya harus tunduk pula kepada Songkhra kelak.
Sebuah mimpi yang kebablasan dan tidak masuk diakal. Dengan perilaku, tingkah laku, adab dan kecerdasan yang tidak seimbang dengan hawa nafsu dan angkara murka sang raja baru itu rasa-rasanya jauh panggang dari api.
Hanya saja, apa yang telah terucap tak bisa dicabut. Semangat membara Dama’ Bintang untuk mencapai mimpi dan hasrat terbesarnya sudah terlanjur membakar.
Tiga puluh orang prajurit dari kerjaan Chola, berdiri berbaris dengan tegap. Perisai bundar besar menutupi dada mereka yang telanjang, gelap dan mengilap memantulkan pendar cahaya obor yang menyala liar. Walaupun tak mengenakan penutup dada, kedua bahu mereka dipakaikan lempengan logam pelindung. Busana bagian bawah para prajurit ini merupakan kain sejenis sarung yang dilipat di bagian tengah untuk membentuk semacam celana. Di pinggang mereka, sebilah pedang panjang melengkung menggantung, sedangkan di tangan kanan, sebatang tombak digenggam lurus ke atas dengan panjang melebihi tinggi mereka sendiri.
Wajah-wajah para prajurit yang berkumis tebal tersebut seakan dibuat bengis di bawah penutup kepala kain yang dibebatkan menutupi seluruh rambut. Para prajurit Chola tersebut juga memiliki harapan atas tanah sejaya negera mereka yang akan segera dibentuk oleh janji-janji raja baru separuh Songkhra ini.