Hawa pekat angkara murka telah merajai istana Dama’ Bulan, melekat di kayu dan batu bangunannya, melayang-layang di atas atapnya, dan merayap di permukaan pelatarannya. Dama’ Bulan berhasil mencium aroma amis darah yang terpilin bersama hasrat membunuh dan menghancurkan yang tajam sedang melaju kencang ke arahnya.
Dewi Durga adalah shakti sang Syiwa. Ia adalah gambaran keburukan dunia yang terbalut dalam angkara murka dan kehancuran. Ia bertugas menyadarkan manusia bahwa mereka akan kembali ke unsur sejati, unsur semesta, mati dan melebur ke dalamnya.
“Ampun, Dewi Durga yang hamba puja. Bila memang peperangan ini harus terjadi sebagai bagian dari keseimbangan alam kehidupan manusia, sebagai pelepas nafsu dan hasrat liar mahluk bernafas, maka, izinkanlah hamba menyisakan para perempuan dan anak-anak untuk kelanjutan kehidupan yang terus berkesinambungan,” ujar sang raja muda tersebut.
Dengan mata batinnya, ia melihat sepasang mata merah menyala di angkasa yang menyinari awan kelabu di latar belakangnya serupa untaian rambut kusut masai raksasa memenuhi langit.
“Paduka Adinda Raja, patik mohon untuk segera meninggalkan kerajaan ini. Paduka Kekanda Dama’ Bintang sudah benar-benar dimakan amarah dan nafsu. Ia tak mungkin dapat dicegah dan dibendung lagi.”
Yang berbicara di depan Dama’ Bulan adalah seorang perempuan dengan busana kebesaran istana. Rambutnya digelung indah, ditutupi dengan tiara bertahtakan batu intan permata. Tubuhnya dibalut kain kemben merah terang, bersarung panjang dan bersabuk berhias emas. Ia sedang menggendong seorang bayi yang sedang tertidur nyaman di dadanya, terlindungi selembar kain kelubung menutupi punggungnya. Sedangkan disamping sang perempuan bangsawan ini berdiri dayang-dayang perempuan yang membawakan segala keperluannya. Sang putri ini sejatinya adalah permaisuri dari sang Kakak sendiri, Dama’ Bintang sang Pangeran Sulong.
Selain dayang-dayang, sang permaisuri telah berada di istana Dama’ Bulan sejak beberapa hari yang lalu bersama para prajurit dan tokoh-tokoh yang setia dengannya. Cukup mengejutkan bahwasanya, Danum, sang penasehat kerajajaan Dama’ Bintang yang juga merupakan adik dari mendiang Raja Tua memilih untuk membelot ke pihak musuh bersama sang permaisuri. Dua hulubalang utama kerjaan yang dipimpin oleh Dama’ Bintang pun hadir di tempat ini. Manok Sabong dan Singa Pati Bangi memilih untuk mengikuti junjungan mereka, sang Permaisuri.