Hujung Tanah

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #8

Indragiri

Indragiri saat itu masih merupakan sebuah wilayah yang baru tumbuh setelah negeri-negeri kecil di pulau Swarnadwipa melepaskan diri dari Kemaharajaan Sriwijaya. Hanya saja Indragiri masih belum memiliki kekuatan dan kekuasaan utuh dan berwibawa sendiri. Pengaruh Darmasraya bahkan masih kalah dibanding kekuasaan Singhasari yang memang dianggap telah berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan Melayu bekas wilayah Sriwijaya.

Ke tempat itulah jung raksasa Songkhra dimana rombongan Dama’ Bulan sedang berlayar hendak dituju.

Ada hampir lima ratus orang yang berada di atas geladak jung bersama dengan Dama’ Bulan. Mereka termasuk masyarakat beragam tingkatan, dari petani sampai keluarga pejabat kerajaan. Ada pula para dayang dan terutama prajurit dan ksatria.  Beberapa kapal yang lebih kecil juga berlayar di belakang, tertinggal setengah hari jauhnya. Namun, tidak ada yang yakin benar kemana mereka hendak berlabuh. Mengikuti sang raja pun mungkin bukan pilihan utama lagi karena siapalah mereka yang dengan lancang menuntut banyak. Lagipula, Dama’ Bulan di luar sana bukanlah seorang raja lagi. Ia mungkin kembali menjadi seorang Pangeran Muda yang kekuasaannya atas kerajaan ditolak dan dijatuhkan dari singgasana. Seorang raja tanpa takhta yang terusir dari negerinya.

Selain manusia, beragam harta juga dibawa di atas jung tersebut. Kepingan uang dari logam mulia; perabotan istana dari emas dan perak; permata mutu manikam yang menghiasi busana kerajaan dari sabuk, kalung, giwang, gelang sampai mahkota dan tiara, serta senjata pusaka kerajaan bergagang gading berhias intan berlian.

Dama’ Bulan merekam semua kejadian di atas geladak kapal tersebut. Hatinya luar biasa berkecamuk oleh kesedihan yang mengambang di udara. Tangisan teredam melihat dari kejauhan pulau Melayu yang mereka tinggalkan untuk pergi ke pulau dunia Melayu lainnya nampak sekali dari wajah-wajah rakyatnya.

Berhari-hari jung raksasa mengapung di samudra, berlayar dengan memanfaatkan angin. Lengkung langit yang terhampar bagai atap lautan luas tak bertepi menciptakan kesedihan yang ternyata tak mampu semua orang terima. Seperti yang dikhawatirkan Dama’ Bulan dan para hulubalang dan Panglima, para perempuan rentan berada di dalam sebuah perjalanan di atas laut dan dalam jangka waktu yang lama seperti ini. Penderitaan yang mereka alami menggerogoti kesehatan mereka sendiri. Pada hari ketiga perjalanan mereka, beberapa perempuan yang terlalu rapuh terpaksa harus wafat di atas geladak kapal, jauh dari tanah negeri dimana mereka lahir dan besar.

Dama’ Bulan gelisah. Makanan masih lebih dari cukup untuk menghidupi orang-orang yang mengikutinya, paling tidak sampai mereka sampai ke pantai negeri Indragiri. Namun apa sebenarnya makna dari pelarian ini? Harapan dan mimpi apa yang bisa ia tawarkan bagi mereka?

Beberapa hari kemudian, menyusul kematian beberapa penumpang kapal lagi, pagi-pagi buta, para prajurit melaporkan telah melihat titik-titik sinar di kejauhan. Mereka sudah mendekati daratan. Perahu-perahu diturunkan dengan para prajurit, hubulabang dan juru bicara raja di atasnya untuk mengayuh menepi terlebih dahulu. Tugas mereka menyampaikan maksud kedatangan jung berisi raja dan ratusan penumpang di atasnya dari kerajaan Songkhra hendak berlabuh di pantai negeri tersebut.

Satu hari kemudian, jung Songkhra akhirnya berlabuh di dermaga negeri Indragiri. Tanpa diduga ternyata dalam satu hari tersebut, Indragiri mempersiapkan penyambutan yang bisa dikatakan cukup luar biasa. Tidak hanya dalam masalah kemeriahannya, namun lebih pada rasa persaudaraan dan kekerabatan sang pemimpin.

Lihat selengkapnya