Ilmu batin Dama’ Bulan menyampaikan lamat-lamat kepadanya tentang kekalahan Nyi Lenda dan kakak laki-lakinya. Hatinya yang lembut itu sejatinya tidak pernah menginginkan pertumpahan darah. Ia tidak pernah tega mendapatkan bahwa ada nyawa manusia yang hilang demi hal-hal yang tidak perlu mereka lakukan serta dapat dihindari.
Dama’ Bulan sadar mengapa kakak laki-lakinya menganggapnya tak pantas duduk di atas singgasana kerajaan dan memegang tampuk kepemimpinan. Ia merasa tak mampu memerintah para prajurit untuk mati di medan laga. Di saat yang sama, ia juga sadar bahwa peperangan dan tindakan saling membunuh kerap tak dapat dihindari. Tidak hanya demi kejayaan dan kemenangan belaka, melainkan demi melindungi orang-orang yang ia kasihi seperti keluarga dan masyarakat.
Maka, sebagai seorang pemimpin, seorang raja yang diakui oleh masyarakatnya, ia mengemban tugas untuk melindungi warganya. Kematian para prajurit Dama’ Bintang dikarenakan tipu muslihat para penunggu laut adalah cara terakhir yang harus dilakukan Dama’ Bulan agar jungnya dapat terus berlayar dan menghindari hukuman bahkan pembantaian yang mungkin sekali dilakukan sang kakak laki-laki karena benci dan dengki.
Dama’ Bulan sang Pangeran Muda menghela nafas panjang. Ia tak mau menengok ke belakang lagi. Sudah cukup ia meninggalkan masa lalu. Masa depan yang belum tercapai masih menunggu untuk ditemukan.
Ikat kepalanya diembus angin. Kedua tangannya bertaut di belakang tubuhnya.
Sudah beberapa hari setelah jungnya lepas dari kejaran kapal-kapal perang Dama’ Bintang. Ia masih tak mau berandai-andai. Ia tak akan mengatakan apapun sebelum kapal yang ditumpanginya mencapai dataran Hujung Tanah tempat dimana kerajaan Tanjung Nagara berada.
Kembar bijak Datok Udak dan Danum berdiri di belakang Dama’ Bulan. Datok Udak yang memiliki kemampuan ilmu batin dapat melihat rasa yang melayang di atas kepala raja mereka itu. Danum, sembari menggendong Nilam Cahya kecil, ikut dapat meraba apa yang berkecamuk di hati sang Pangeran Muda melalui Datok Udak, kembarannya.
Datok Udak hendak menyapa Dama’ Bulan, tetapi dicegah oleh Danum karena paham bahwa sang pemimpin mungkin membutuhkan waktu untuk berpikir dan menenangkan diri.
Sebelumnya, Datok Udak telah cukup khawatir bahwa semua orang yang ada di atas jung ini membutuhkan Dama’ Bulan untuk berbicara dengan mereka. Telah berhari-hari jung masih belum melihat dataran. Datok Udak ingin Dama’ Bulan untuk memerintahkan para hulubalang untuk menjelaskan kepada masyarakatnya bahwa Hujung Tanah pasti akan dicapai. Dengan begitu segala ketakutan dan keresahan mereka paling tidak dapat diobati dengan kata-kata pasti dari sang pemimpin.