Hujung Tanah

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #22

Daratan

Kelak Muara di tempat jung Dama’ Bulan sang Pangeran Muda masuk ke pulau Hujung Tanah itu bernama Muara Sungai Kubu. Jung mereka diseret masuk arus yang deras sampai bahkan sang nakhoda pun tidak mempertimbangkan bahwa air sungai akan menjadi dangkal dan akan membuat susah bagi kapal untuk berlayar. Selain itu, jung tersebut terus masuk ke dalam pedalaman sungai yang membuat mereka dikatakan kehilangan arah.

Mereka hampir saja terlupa hari apakah saat itu. Entah masih hari pertama, yaitu Cemuras, atau sudah hari Kejora, hari Payang, hari Mahsilau, hari Rimpun, hari Sejana, atau malah sudah di akhir hari dari tujuh hari, yaitu Sepungguk.

Wilayah yang asing, dengan beragam kemungkinan yang ada di balik pepohonan yang tumbuh rekat-rekat itu, membuat para awak juga kelelahan. Jung yang mereka gunakan hanya terus melaju mengikuti arus. Layar sudah sedari lama mereka katupkan.  

Mencermati hal ini Dama’ Bulan tidak mau lagi menunggu dengan tanda tanya tentang nasib rombongan mereka. Maka, ia segera memberikan titah kepada sang nakhoda untuk mencari daratan sesegera mungkin yang dapat digunakan mereka untuk menetap sementara waktu.

“Baik, Paduka. Patik sudah berpikir pula untuk mencari daratan bagi kita untuk menetap. Kapal ini tak akan mampu masuk terus ke dalam sungai karena dangkal. Lagipula, patik harus memeriksa kembali arah dan peta perjalanan. ”

“Benar, nakhodaku. Kita harus biarkan awak-awak kapal untuk berehat. Rakyatku juga harus diberikan kesempatan untuk memiliki kembali semangat serta jiwa raga yang sehat. Aku sendiri yang akan memutuskan tindakan kita selanjutnya,” balas Dama’ Bulan.

Sang nakhoda menjura memberikan hormat untuk kemudian langsung memberikan perintah bagi para awak kapal untuk bersiap. Tali-tali ditata, barang-barang dikemas, dayung-dayung dikayuh melambat sembari menanti perintah sang nakhoda untuk menambat.

Lihat selengkapnya