Tidak ada yang tahu dan perlu tahu perihal kepergian Putri Nilam Cahya dan Datuk Udak berdua saja di tengah malam masuk jauh ke dalam hutan dalam keadaan Putri Nilam Cahya yang sakit demam tinggi itu. Yang jelas, seluruh anggota rombongan, tak terkecuali para panglima, hulubalang, dayang dan inang, serta masyarakat biasa, sudah kembali merasa lega demi melihat sang dara junjungan mereka telah kembali pulih.
Pagi itu, Putri Nilam Cahya sendiri yang keluar dari tenda menyapa warga, menunjukkan keadaan jasmani dan rohaninya, sembari meminta semua orang kembali bersiap untuk melanjutkan perjalanan dengan dipimpin oleh Danum.
Keceriaan dan harapan kembali terajut. Barang-barang telah kembali diangkut.
Tiga dedaup telah siap di sore hari. Perjalanan di atas sungai kembali dilakukan.
Beberapa hari mendayung, mereka lupa untuk memikirkan tentang bahan makanan sewaktu beberapa kali berhenti di tepian untuk mencari tempat untuk meyembuhkan Putri Nilam Cahya.
“Datuk yang aku hormati. Rasa bersalah sudah tertaut di hatiku. Kita berhenti di tepian beberapa kali hanya untuk menyembuhkanku tanpa mengingat bahwasanya perbekalan kita perlu ditambah,” ujar sang dara kepada Datuk Udak dengan resah.
Datuk Udak memahami apa yang disampaikan oleh putri dan kemenakan dua raja Songkhra tersebut, ia pun menyetujuinya.
Danum dan Panglima Singa Pati Bangi bersepakat berdasarkan urun rembug dengan Datuk Udak dan Putri Nilam Cahya. Dicarilah sebuah wilayah yang sedikit lapang di tepian sungai sebagai tempat mereka tinggal untuk sementara waktu. Kali ini jelas lebih lama dibanding sebelumnya. Mereka harus kembali menggarap ladang untuk padi serta bahan makanan lainnya, membuat rumah untuk tempat tinggal, serta merancang kembali perjalanan.
Para dewa telah memberikan jawabannya secara langsung. Tepat di kelokan sungai, hamparan dataran terlihat jelas. Rerumputan hijau nan lembut tertimpa mentari sore hari, bersinar keperakan. Goyangan rerumputan itu membayang di permukaan arus air sungai.
Danum memutuskan untuk ketiga dedaup berhenti di tepian dataran itu, kendatipun semua orang sama-sama sudah berpikir hal yang sama.