Hujung Tanah

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #55

Deru Anak Sumpit

Dengan perhitungan dan perkiraan yang cermat, harapannya, mereka akan dapat dengan cepat menemukan tempat asal asap pembakaran tersebut. Paling tidak ketika senja bergulir menggantikan panasnya matahari tengah hari, mereka sudah mampu sampai ke tujuan. Hampir saja terucap kata-kata menyerah dan ingin kembali ke tempat semula oleh salah satu hulubalang ketika malam menyobek langit, ketika pandangan mereka sudah mulai dikaburkan dan semangat mereka sudah mulai dilemahkan.

Satu pondok di tepi sungai terlihat mata, sangat nyata.

“Tuan, Singa Pati Bardat. Sungguh bukan hamba saja yang melihat pondok di tepi sungai itu, bukan?” tanya sang hulubalang yang mengayuh sampan.

Dua hulubalang lainnya juga sependapat bahwa mereka menyaksikan apa yang sedang dilihat oleh teman mereka.

Singa Pati Bardat mengangguk. Ia meraba kerisnya, kemudian memerintahkan para hulubalang untuk mengayuh lebih cepat menuju ke pondok tersebut.

Pondok dari kayu beratap jerami tersebut kosong. Namun, masih ada satu pondok lagi yang letaknya sedikit lebih ke dalam.

Juga kosong.

Sedikit udaya dilakukan untuk memeriksa wilayah tersebut. Barangkali pondok sedang ditinggal barang sebentar oleh pemilik.

Sampai malam menjelang, mereka tidak menemukan seorang pun.

“Aku yakin, pondok ini ditinggal sejenak oleh sang empunya. Baiklah bila begitu. Sepertinya kita harus bermalam disini. Tidak mungkin untuk pulang ke Kampung Bongkal melalui sungai yang gelap gulita.”

“Kami tidak keberatan, Tuan. Bila diperkenankan untuk unjuk pendapat, Tuan, dua pondok ini adalah ciri kedua selama kita tinggal di pulau ini yang menunjukkan ciri-ciri ditinggali. Hamba yakin, kita kali ini pasti menemukan penduduk setempat dalam waktu dekat. hamba yakin pondok-pondok ini adalah pondok para peladang dan kepulan asap yang kita lihat bersama pagi tadi adalah sungguh tanda kehidupan,” ujar salah seorang hulubalang Singa Pati Bardat.

Nalar pun terbit di dalam benak Singa Pati Bardat. Tidak hanya harapan, tetapi sungguh kemungkinan itu benar adanya. Pagi tadi mereka melihat asap di kejauhan, kemudian memperkirakan dengan cermat keberadaannya. Kemudian, menemukan pondok-pondok ini pun bukan kebetulan, melainkan berdasarkan pada tujuan awal mereka, yaitu mencari sumber asap pembakaran. Bila toh pondok-pondok ini tidak ditinggali dan bukan sumber utama dimana asap pembakaran berada, mereka toh pasti sudah sangat dekat.

“Baik. Kita bermalam di tempat ini. Akan tetapi, kita akan bergiliran berjaga untuk bersiap pada setiap kemungkinan,” perintah Singa Pati Bardat.

Esok hari, ketika sinar mentari menyapu suara-suara binatang malam serta menggantikannya dengan cuitan burung-burung, sudah ada beragam pemikiran yang muncul di benak masing-masing anggota utusan pencarian tersebut.

Lihat selengkapnya