Hujung Tanah

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #56

Sosok yang Bersandar di Bawah Pohon

Singa Pati Bardat mengisyaratkan agar para hulubalang tidak mengarahkan ujung tombak mereka ke sosok yang duduk bersandar di bawah pohon tersebut. Otot-ototnya terlalu tua untuk mengangkat sumpit dengan ujungnya yang berupa mata tombak itu. Belum lagi luka menganga di pahanya yang melelehkan darah.

Singa Pati Bardat yakin bahwa orang asing pertama yang mereka temui di pulau ini adala bagian dari kelompok orang-orang yang menyerang mereka tadi. Selain sumpit yang ia genggam, pakaian berupa cawat dan ikat kepala, serta rajah di bahu, lengan, dada dan pahanya menunjukkan keserupaan.

Sekali lagi Singa Pati Bardat meletakkan tombaknya di atas tanah. Ia mengangkat kedua telapak tangannya di udara, memberikan tanda bahwa ia tidak hendak menyakiti apalagi menyerang laki-laki terluka yang terlihat sudah cukup tua itu.

“Kami tidak ingin melakukan hal buruk kepada tuan. Bila diizinkan, bolehlah kami menolong tuan yang sedang terluka sedemikan rupa,” ujar Singa Pati Bardat.

Sosok tua yang terluka itu terbukti tak paham dengan kata-kata yang diucapkan oleh Singa Pati Bardat. Wajahnya mengeras, galak, gabungan antara kemarahan, rasa sakit, dan pertahanan diri. Tangannya yang kurus itu berusaha sekuat mungkin mengangkat sumpit dari kayu ulin yang terbentang sepanjang tubuhnya itu. Ujungnya yang terikat dengan mata tombak diarahkan kedepan, digoyang-goyang dengan gerakan menggusah.

“Turunkan semua tombak kalian!” seru Singa Pati Bardat.

Raut wajah bingung sejenak terbit dari para hulubalang.

“Ia hanya tidak percaya dengan kita,” lanjut Singa Pati Bardat.

Perintah kedua ini langsung dituruti, meski pedang dan keris tetap berada di pinggang mereka.

Sosok tua itu kini menunjukkan wajah yang sedikit lebih mereda. Ia menatap setiap pasang mata para hulubalang, seperti mencoba mencari makna dan jawaban disana. Singa Pati Bardat mengangguk ketika sorot mata itu berserobok dengannya.

Singa Pati Bardat kemudian menyobek kain yang melingkar di pinggangnya, kemudian menyodorkan ke arah sosok tua tersebut, lagi-lagi sebagai tanda niat baik. Ia ingin membalut luka di paha si orang asing itu.

Sebagai hasil dari bahasa tubuh Singa Pati Bardat, sosok laki-laki tua terluka itu akhirnya menurunkan sumpit tombaknya pula.

Singa Pati Bardat segera memerintahkan para hulubalangnya untuk mendekat dan segera merawat luka sang kakek.

Namun, alih-alih begitu saja menerima sikap pertolongan para hulubalang bersenjata itu, sang tua menunjuk ke arah satu pohon kemudian berbicara dengan bahasa yang aneh, seperti sedang mengunyah dan mengigiti makanan, begitu bunyinya.

Lihat selengkapnya