Semangat dan pekik peperangan membanjiri hutan dari dua pihak yang siap bertemu di satu titik dan meledak bersamaan. Laskar lawan mengalir deras dari arah timur, menyelip pepohonan, menanjaki batu-batu besar yang menyembul di perbukitan menuju ke pemukiman Mualang warga Macan Uwi’. Teriakan-teriakan para petarung itu menggema di angkasa, meniru kaokan burung yang melengking tinggi sekaligus terdengar mengancam.
Manok Sabong memusatkan segala daya dan pikiran kepada pertempuran ini. Pengalaman dan kemampuan bertarungnya berada di atas rata-rata, itu pula yang membuatnya menjadi panglima perang serta pendekar yang ditakuti lawan. Ia bersumpah kali ini akan membayar lunas kekalahannya sebelumnya, yang membuat ia merasa menjadi sosok yang ceroboh dan lemah sehingga ia bisa kalah serta prajurit-prajurit yang ikut dengannya ikut celaka, entah hilang ataupun tewas dibunuh lawan.
Macan Uwi’ yang berada di barisan paling depan berhenti. Ia mengangkat tombaknya ke atas, memerintahkan yang lain untuk berhenti.
“Sepuluh orang maju, kemudian menyebar. Siapkan sumpit kalian!” ujarnya dengan perintah berupa bisikan.
Sepuluh orang pemuda langsung melaksanakan perintah tersebut. Tombak panjang mereka yang juga memiliki guna sebagai sumpit itu terentang ke depan. Butuh kekuatan dan kelihaian yang terlatih sedemikian rupa untuk menegakkan sumpit berupa tombak itu ke depan serta menjaga keseimbangannya. Berbeda dengan tulup lain dari negeri Melayu ataupun Jawa yang pendek-pendek, tulup orang-orang Mualang ini memiliki daya lontar yang tinggi dan jauh meskipun memang harus mampu menguasai penggunaannya dengan baik.
Ketika pasukan lawan menyeruak dari balik rerimbunan pepohonan dan semak di depan, jarum-jarum sumpit terlepas dari pangkal tombak, meluncur di dalam rongga sepanjang tombak dan meloncat keluar di ujung, tempat dimana bilah tombak berada.
“Serang!” seru Macan Uwi’ tanpa menunggu hasil dan akibat dari jarum-jarum sumpit yang ditembakkan ke lawan tersebut.
Ledakan perang akhirnya sungguh terjadi.
Dua kekuatan yang memiliki nafsu membunuh yang juga sama besarnya itu langsung beradu kekuatan. Nahas bagi lawan yang terkena jarum sumpit. Mereka terkesiap untuk kemudian tak sempat lagi menghindar ketika tubuh mereka yang mendadak lemah dan kesakitan itu ditebas lawan.