Mika mengernyitkan dahi ketika ada permintaan panggilan video muncul di layar laptopnya berkali-kali. Ia yang baru saja selesai mandi, segera mendekat untuk melihat lebih jelas. Di dapatinya nama Rey yang membuatnya bergegas mengklik opsi terima. Butuh waktu beberapa detik hingga layar komputer menampakkan 3 kotak berisi videonya, Rey dan tentu saja Aiko.
“Hai-“
“Kamu baik-baik saja di sana?”
Pertanyaan Rey itu serta merta membuat Mika mengernyitkan dahi. Meski berteman sejak kecil, Rey bukanlah tipikal orang yang mudah sekali menampakkan kekhawatirannya. Pemuda itu lebih sering memilih opsi diam atau bertanya diselingi candaan agar keadaan tak terasa terlalu serius. Namun, melihat bagaimana Rey bertanya kabarnya dengan wajah panik yang terlihat jelas. Menandakan ada indikator lain yang membuat Rey khawatir selain fakta ia tak menghubungi kedua sahabatnya itu sejak kejadian Ratna.
“Apa terjadi sesuatu di sana?” tanya Mika balik, beralih menatap Aiko yang tampak aneh. Gadis itu berkali-kali keluar dari tangkapan kamera, bergerak melihat sesuatu melalui jendela kamarnya yang notabene berada di titik buta sehingga Mika tak tau apa yang diperhatikan gadis itu.
Tau kalau Aiko saat ini tak bisa diharapkan jawabannya, Mika lantas kembali memfokuskan perhatian pada Rey yang menatapnya teramat serius. “Kenapa kamu tiba-tiba menanyakan kabarku?”
“Kamu ingat soal anak baru dari Indonesia yang kuceritakan tempo hari?”
Mika diam beberapa saat sebelum mengangguk, mengingat keluhan Rey tentang anak baru di sekolah mereka. Anak baru dari Indonesia yang pendiam sekali bahkan cenderung menarik diri dari pergaulan. Bagaimana kedua sahabatnya itu berpikir, si anak baru tak mengerti bahasa Jepang dan ternyata malah cukup fasih. “Ada apa dengannya?”
“Ternyata dia pindahan dari sekolah mu. SMA Jayatri, betul?” Kini giliran Aiko yang menyahut. Atensinya sudah kembali ke panggilan video mereka bertiga. “Dia tidak bicara banyak. Namun, ia pindah dengan diawasi seseorang dari sekolahmu.”
“Diawasi? Apa maksudmu?” tanya Mika bersikap seolah ia tak tau apapun. Diam-diam menebak dalam kepala apakah anak baru yang ditemui Aiko dan Rey adalah satu dari sekian banyak murid yang tersingkir karena hukuman murid ke-38? Namun, memangnya hukuman itu akan bertingkah sejauh ini hingga menyingkirkan murid yang tereliminasi untuk keluar dari negaranya sendiri? Sial, Mika masih banyak tak paham akan sistem penilaian sekolahnya.
“Ada petugas kebersihan sekolah baru, dan Rey menyadari kalau petugas itu selalu pura-pura membersihkan koridor di depan kelas.” Aiko menghela napas sesaat, sebelum menatap Mika sedikit khawatir. “Dan ternyata pulpen yang dibawanya di saku selama ini, ada alat perekam suara dan video. Pantas saja dia tak berinteraksi dengan yang lain, karena takut dikira melakukan hal mencurigakan.”
“Sebentar, seekstrim itu? Kalian yakin tidak salah duga?” balas Mika masih berusaha menutupi apa yang terjadi padanya di sekolah. Diam-diam ia berbicara pada dirinya, bahwa apa yang dibilang Rey dan Aiko bukanlah sebuah kemustahilan apabila itu berkaitan dengan SMA Jayatri. Sekolahnya bahkan mampu membungkam seluruh negeri akan kasus di sekolah, apalagi hal sepele seperti mengawasi murid mereka yang tereliminasi.
“Tidak. Dia mengakui kalau pulpen yang dia bawa kemana-mana itu perekam dan kamera. Tapi, dia tak mau mengatakan apapun selain hal itu. Padahal Aiko sudah membawanya ke toilet agar tidak terdengar oleh petugas itu. Bahkan kami sudah melakukan drama, agar dirinya punya alasan masuk akal untuk melepas pulpennya.”
Pelipisnya segera Mika pijit, tak ingin membayangkan drama macam apa yang dimaksud kedua sahabatnya dengan rasa bangga itu. Kedua sahabatnya bisa melakukan apapun untuk mencapai tujuan utama mereka. Itulah kenapa Mika tak mau memikirkan apa yang dilakukan keduanya hingga bisa membawa anak baru itu ke kamar mandi tanpa mengundang rasa curiga dari orang yang diawasi.
“Untuk saat ini, aku tidak bisa memberi tau kalian apa-apa. Tunggu sebentar lagi, aku pasti akan cerita apa yang terjadi disini.”
Ucapan Mika yang terdengar sangat pasrah dan sarat akan perasaan lelah, membuat Rey dan Aiko mengurungkan niat untuk mendesak Mika menjawab pertanyaan mereka. Rey mengangguk, menyuap satu potong sushinya lantas menatap sahabatnya serius. “Oke, jawab satu pertanyaan ini saja. Sekolah itu seperti apa?”
“Tempat yang bisa membuatmu gila.”
***