Menikah tanpa restu, membuat posisi Juan dan Mika di dalam keluarga sang Ibu bagaikan sebuah aib. Tak seperti keluarga ayahnya, keluarga ibunya lebih dari seorang yang memiliki harta berlimpah di negeri itu. Neneknya adalah kepala rumah tangga semenjak sang kakek meninggal puluhan tahun lalu. Mewarisi segala jenis properti, usaha hingga relasi dengan para pejabat yang masih terjalin hingga saat ini. Itulah mengapa, ketika putri bungsu dari keluarga itu memilih menikah dengan orang yang berbeda status, kewarganegaraan bahkan agama. Mereka mendepak sang ibu keluar dari keluarga.
Namun, ketika ayahnya mendadak meninggal dan semua menjadi rumit. Orang tua sang Ibu membuat keputusan untuk memboyong putri yang telah mencoreng nama keluarga untuk kembali. Sebab itulah, Juan berada di sini sekarang. Sebuah rumah bergaya tradisional di salah satu sisi kota Kyoto. Gelas teh di dalam genggamannya telah mendingin tanpa sempat tersesap. Ia terlalu terlena akan kesunyian dan bulan purnama yang bisa ia lihat jelas dari kamarnya. Suara langkah kaki yang semakin mendekat, membuat Juan menolehkan kepala ke asal suara. Mendapati seorang pria yang jauh lebih tua darinya berjalan mendekat dengan ponsel milik Juan di tangan. Sejak tiba di rumah ini, Juan dengan patuh mengumpulkan semua alat komunikasi sesuai perintah sang Nenek. Hanya ada satu pengecualian ketika alat komunikasi diberikan, yaitu ketika anggota keluarga menelpon.
“Nona Mika menelpon tadi tuan.”
Ponsel itu diraih, ada puluhan panggilan tak terjawab sejak 2 jam yang lalu. Hal itu membuat Juan melirik pria di depannya ini, sebelum menghela napas. Pemuda itu memberi isyarat agar sang pria pergi yang untungnya dituruti. Juan memasuki kamar lantas menutup shoji sebelum menelpon sang adik yang notabene pelaku dari banyaknya panggilan tak terjawab itu.
“Ha-“
“Kamu sebenarnya sudah tau kan?!”
Ekspresi Juan mendingin kala menyadari apa maksud pertanyaan adiknya itu. “Jadi, kamu sudah mengetahuinya?”
“Tentu saja! Seharusnya kalau kau tau aku akan datang ke sekolah busuk ini, kau akan memperingatkanku akan apa yang terjadi! Kau tau apa yang terjadi selama ini, aku-“
“Aku tau semuanya.” Juan menatap papan shogi di depan ruangannya, lantas menghela napas. “Hukuman dan peringkatmu sekarang. Aku tau semuanya.”
Ada hening di seberang sana, namun Juan masih bisa mendengar samar suara napas Mika yang memburu efek dari emosinya yang sedang meluap-luap. Tampak sekali jika sang adik menahan diri untuk tidak mengumpatinya dengan segala kata-kata buruk atau menyumpahinya. “Kau di Kyoto?”
Pertanyaan itu hanya dibalas dehaman panjang sebagai bentuk pembenaran. Tak butuh waktu lama hingga sang adik kembali menyahut. “Bagaimana kau bisa tau semua itu, jika kau berada di Kyoto?”
“Karena adikku,” Tangan Juan meraih salah satu keping shogi di depannya sembari tersenyum kecil. Samar terdengar suara denting bel, memberi tau bahwa semua penghuni rumah untuk segera berkumpul di ruang utama. Perintah dari sang Kepala Keluarga.
“Semua yang terjadi adalah rencanaku.”
***
“Selamat datang Nona.”
Pekerja rumah yang menyambut kepulangan Mika tersentak kala gadis itu hanya melewatinya begitu saja. Tatapannya dingin, jelas ada sesuatu yang terjadi hingga nona mudanya pulang dalam keadaan tidak baik. Sang pekerja rumah melirik supir yang hanya menggeleng pelan sebagai jawaban bahwa ia juga tak tau apa yang terjadi.
Kala pintu rumah tertutup, sang pekerja rumah baru menyadari bahwa Nona Mudanya telah mengumpulkan semua orang. Pekerja urusan rumah, dapur, taman belakang, supir bahkan para satpam dipanggilnya ke ruang utama. Nona mudanya sendiri berdiri tepat di belakang potret megah sang Nyonya utama.
“Aku melihat tikus barusan.”