“Jadi kenapa lo nggak masuk lagi?”
Tepat di depan gerbang Davin menghadang Mika yang baru turun dari mobilnya. Gadis itu melirik sekilas sebelum melewati Davin begitu saja. Berjalan masuk ke kawasan Jayatri yang masih sepi. Ada beberapa yang melirik mereka sambil lalu, beranggapan bahwa keduanya adalah sepasang kekasih yang sedang bertekar. “Kok lo diemin gue sih? Mika! Gue nanya loh.”
Sebelum memasuki gedung kelas 11, Mika berbalik kini menatap Davin sinis. “Lo diem. Gue nggak mau lagi jadi bagian dari pemberontakkan yang lo sebut-sebut itu!” Mika menatap Davin penuh amarah. “Lo mau tau kenapa kemarin gue nggak masuk? GUE NANGKEP TIKUS!”
“Maksudnya apa, gue nggak ngerti?”
“Seharusnya sebentar lagi, lo akan dapat kabar sih.” Mika menghela napas mencoba mengatur emosinya kembali. “Tikus-tikus yang lo kirimkan ke rumah gue udah gue pulangin semua. Termasuk dari Kak Gio dan Kak Nitha.”
Ucapan itu membuat ekspresi Davin berubah, sadar akan maksud ucapan perempuan di depannya. Memang ia dan teman-temannya mengirim beberapa orang ke rumah Mika untuk mengawasi gadis itu. Bagaimanapun mempercayai Mika begitu saja penuh banyak resiko, mereka perlu kepastian bahwa gadis itu tidak akan berbalik menyerang mereka dan bersekutu. Siapa sangka bahwa mereka akan ketahuan secepat ini. Fakta bahwa kakaknya adalah alumni Jayatri pasti begitu mengejutkan Mika hingga ia menyeleksi orang-orang di dekatnya akan siapa yang bisa ia percaya.
“Gue bisa jelasin. Kita nggak tau lo bisa dipercaya atau nggak, lo terlalu abu-abu. Wajar dong kalau-“
“Lo tau Dav?” gumam Mika pelan kini menatap Davin dalam. “Ada banyak hal yang kakak gue ceritakan. Tentang sekolah ini, alasan gue disini, dan banyak hal yang membuat gue menyadari tidak ada baik dan jahat di sini. Semuanya abu-abu.”
“Sekarang gue punya tujuan sendiri. Bukan nggak mungkin kalau gue merasa sisi Farhan lebih bisa dipercaya dan membawa gue ke tujuan. Gue nggak akan ragu untuk berada di pihak mereka.”
Mika berbalik, memasuki kelas begitu saja. Meninggalkan Davin yang membeku di tempat. Ketika melawan musuh kuat, bukan kekuatan yang perlu dikhawatirkan. Namun, seberapa percaya mereka satu sama lain untuk menganggap musuh itu sebagai musuh bersama.
***