Nana meremas tangannya untuk kesekian kali. Sesekali melirik sekitar dengan pandangan harap cemas, kala seharusnya ia tidak perlu ketakutan seperti ini. Tidak, dengan banyaknya murid yang berkumpul di lapangan dan bermain bersama. Terakhir Nana sendirian di tempat lapang, ia berakhir menjadi murid ke-38 dan di depak keluar dari Jayatri. Sejujurnya ia sudah pasrah kala ekonomi keluarganya hancur dalam satu kedipan mata, namun ia masih tak mengerti kenapa di tengah kehancuran itu sang ayah masih mampu membawa kabur keluarga mereka dari tanah air.
Sejak kedatangannya ke Jepang, disusul dengan orang-orang Jayatri yang memberi tau bahwa ia akan tetap diawasi penuh ada banyak pertanyaan bermunculan di kepala. Terlalu banyak, hingga Nana tak tau harus mulai mencari penjelasan dari mana. Setelah sekian lama terjebak dalam ketakutan dan perasaan resah. Sepertinya ia akan mendapat pencerahan segera.
“Loh kok dia yang datang?”
Seruan Rey yang duduk tak jauh darinya, membuat Nana ikut menoleh ke arah pandang pemuda itu. Mendapati seorang perempuan dengan dress ungu dan kacamata hitam berjalan mendekat. Ia tak tau siapa perempuan itu, namun melihat bagaimana beberapa petugas keamanan dan guru membungkuk kala ia lewat. Nampaknya perempuan itu cukup punya pengaruh di sekolah ini.
“Hello, kids. Are you miss me?” tanya sang puan ketika ia telah berdiri didepan Rey dan Aiko. Kedua teman sekelasnya itu membungkukan badan sebagai salam, sebelum pipi mereka sama-sama dicubit gemas oleh sang puan. “I miss you two, but now I should talk with her. Can you leave us?”
Walau nada bicaranya terdengar riang, jelas sekali bahwa ia baru saja memerintahkan Rey dan Aiko untuk menjauh. Membiarkan ia dan perempuan asing itu duduk berdua di kursi dekat lapangan. Melihat dari jarak sedekat ini, Nana melihat banyak hal yang luput dari penglihatannya tadi. Mulai dari riasan tebal sang perempuan, bibirnya yang dipulas pewarna bibir merah menyala, tas tangan mengkilap, dan map berwarna senada dengan bibirnya. Entah apa perempuan asing ini baru saja dari sebuah pesta atau memang inilah pakaian sehari-harinya.
“Aku Kenanga Bintang Lazuardi, familiar dengan nama itu?”
Lazuardi. Dulu di tanah airnya, nama itu adalah satu dari sekian banyak nama yang cukup terkenal di lingkaran orang kaya. Ia adalah satu dari sekian banyak keluarga yang berusaha keras menjalin hubungan kerjasama dengan keluarga tersebut walau sudah jadi rahasia umum pula bahwa mereka adalah keluarga penuh skandal.
Terakhir yang Nana dengar, di dalam Lazuardi sedang saling berebut menjadi pewaris utama yang belum ditentukan hingga saat ini. Kenanga Bintang Lazuardi adalah satu dari banyaknya nama yang digadang-gadang akan menjadi pemimpin utama keluarga itu dalam waktu dekat. Lantas, mengapa ia berada disini bahkan menemuinya secara langsung? Hal penting apa yang membuat seorang Lazuardi turun tangan langsung menghadapi seorang anak ingusan seperti dirinya ini.
“Melihat dari wajahmu, sepertinya kamu tau.” Kenanga tersenyum kecil, lantas mengangkat map yang dibawanya dengan penuh percaya diri. “Bagaimana kalau kita membuat kesepakatan?”
“Sebenarnya apa yang kalian inginkan dariku?” Lama-lama Nana lelah juga. Ia sudah dibuat pusing akan keadaan ekonominya yang berubah banyak, lantas sekarang banyak orang-orang yang mengajak membuat kesepakatan dengannya. Ia pikir setelah di depak dari Jayatri maka hidupnya disini akan terbebas dari segala tipu daya dan berstrategi untuk bertahan hidup. Nyatanya ia salah, sekarang statusnya sebagai ‘mantan’ anak Jayatri justru membuat banyak orang tertarik untuk mendapatkan informasinya. “Berapa kali harus kubilang, aku tidak akan mengatakan-“
“Mereka yang terkena hukuman murid ke-38 tidak diperkenankan menceritakan apapun yang terjadi di dalam ke pihak luar. Ditandatangani diatas materai, di hari terakhir kamu disana.” Wajah Nana yang berubah pias akibat ucapannya, justru membuat Kenanga tersenyum semakin lebar. “Itulah sebabnya kamu tidak berani melaporkan kepada siapapun ketika pihak Jayatri terang-terangan mengancam dan mengikutimu kemanapun bahkan ketika kamu sudah pindah ke Jepang.”
Melihat Nana yang hanya diam, membuat Kenanga kembali melanjutkan perkataannya. “Namun, ini Jepang. Siapa yang berkuasa disini, jelas berbeda. Jayatri tidak mempunyai kuasa apapun, itulah mengapa mudah menyingkirkan orang yang mengikutimu selama ini. Dan orang itulah yang memintaku membuat kesepakatan denganmu. Tentu dengan jaminan hidup dan keamanan seluruh keluargamu. Kesepakatan yang adil bukan?”