Siang itu di rumah panggung, nuansa rumah lama adat minang kabau. Mak Ijah yang tengah sibuk menata sajian makan siang untuk suaminya. Lauk hasil tangkapan di sungai dekat rumahnya yang digoreng dan di sajikan dengan sambal membuat selera makan bertambah. Tidak lupa pula sayur santan jantung pisang kesukaan Ayahnya Dini di sajikan oleh Mak Ijah. Memang kesetiaan Mak Ijah terhadap suaminya terbilang awet. Banyak orang-orang di sekitar rumah juga membicarakan keromantisan keluarga kecil mereka, yang masih setia sampai rambut mereka memutih.
“Mak Ijah dan Pak Samsul memang pasangan yang romantis. Membuat iri kaum muda dan pasangan rumah tangga lainnya.” Gurauan yang sering di dengar oleh Mak Ijah kala berkumpul dalam sebuah acara menanti kue minggu lalu. Dalam adat minang kabau ini namanya acara tunangan sebelum di tentukkannya tanggal pernikahan antara ke dua mempelai.
“Pasangan yang patut di jadikan contoh, sampai sekarang tidak pernah kedengaran kalau Mak Ijah dan Pak samsul bertengkar di rumah Gadang itu.” Nian, tetangga Mak Ijah ikut menyambung percakapan. Mak Ijah yang mendengar hanya tersenyum-senyum.
“Mak Ijah, apa sih resepnya rumah tangga bisa damai seperti itu?” Nian mulai menyikutkan sikunya ke pinggang Mak Ijah, sedang tangannya masih asyik mengupasi satu persatu bawang merah yang ada di depannya.
“Tidak ada resepnya, biasa saja. Sama seperti yang lain. Mak hanya menghargai setiap keputusannya Uda Samsul, tanpa ada pertentangan pendapat. Kalau menurut kalian Mak tidak pernah bertengkar dengan Uda Samsul, ayahnya Dini, kalian salah.
Dalam rumah tangga pasti ada yang namanya selisih paham dan bpertengkaran-pertengkaran kecil. Hanya saja kami selalu menyikapi dengan sikap sudah dewasa,” jelas Mak Ijah. Mereka yang ada di sekitar Mak Ijah dengan serius mendengarkan penjelasan itu, tanpa menghentikan pekerjaan tangan mereka.
“Tapi Nian, tidak pernah mendengar Mak Ijah dan Uda Samsul bertengkar. Suara keras dan alat-alat dapur pun sekalipun tidak pernah Niang dengar dari dalam rumah Mak Ijah.” Sontak semua yan mendengarkan ketawa, soal alat dapur yang sering melayang selalu menjadi gurauan mereka bagi kaum wanita. Alat-alat dapur memang andalan wanita kalau sedang bertengkar dengan suaminya.
“Nian, Nian ... kamu pikir Mak Ijah sama seperti kamu. Kamu saja jangankan piring, bakul dan tenong. Rak piring dan tungku pun bisa kau jadikan pesawat terbang sasaran suamimu.” Suara gelak perempuan-perempuan yang tengah berkumpul itu semakin keras. Sambil sesekali saling beradu pendapat dan sindiran ciri khas wanita. Tapi masih dalam batas kewajaran, karena mereka tahu dimana batas gurauan itu bisa di ungkapkan.
****
“Uda, sedari tadi Mak lihat. Uda bermenung saja, apa yang tengah uda pikirkan? Nasi sudah terletak di atas meja, marilah kita makan.” Mak Ijah mendekati suaminya yang tengah duduk di dipan teras rumah.
“Tidak ada yang tengah uda pikirkan, hanya saja kepikiran Dini. Sudah seumur ini belum juga punya uda. Sudah banyak orang-orang membicarakan Dini yang sampai sekarang masih belum ada niat untuk menikah.”