Hunter for The Phantom

godok
Chapter #4

Bukan Satu?

Tok tok tok

Pagi itu, seorang wanita tua mengetok pintu kos yang beberapa tahun belakangan ini di kelola olehnya sendiri.

Selang beberapa detik, pintu segera di buka oleh seorang pria berambut pendek yang singgah di rumah itu.

“Wah, ibu. Belum waktunya tagihan bulanan, bu,” ujar pria itu dengan santainya.

“Aduh, nak Jalu. Bukan begitu. Ini, ibu abis bikin acara kecil-kecilan, anak ibu akhirnya bisa roll depan,” Si ibu kos memberikan besek plastik yang berisikan nasi dan berbagai macam lauk.

Jalu menguap, ia menggaruk belakang kepalanya. Wajah malas Jalu menunjukan sedangkan sangat enggan berbasa-basi dengan siapa pun. Ia pun menerima pemberian ibu kos, berterima kasih, lalu kembali masuk ke dalam.

“Eh,” ibu kos menahan pintu. “Tanya dong kenapa saya buat acara ini?” kata Ibu kos dengan bangga.

Jalu menghela napas, ia harus bersiap mendengarkan ocehan panjang dan hanya berdiri di depan pintu kos satu jam lebih. “Ibu mau arahin anak ibu jadi anggota militer negeri, jadi dia harus bisa dasar-dasarnya dulu,”

“Loh, bukannya anak ibu baru 2 tahun?” tanya Jalu dengan sangat bingung. Terlalu cepat untuk menentukan masa depan seorang anak, pikirnya.

Ibu kos menutup mulut dengan punggung tangan dan terkekeh. “Anak zaman sekrang udah pada sukses diumur, belasan tahun. Ibu gak mau kalau anak ibu ketinggalan.”

Dan benar saja, ibu kos mulai bercerita tentang keluarga dan masa lalu dari semenjak ia di lahirkan. Jalu hafal, hafal semua tentang ibu kos yang selalu mengulang dongeng yang sama saat bertemu. Seperti memiliki tingkat kepekaan sangat rendah, ibu kos abai dengan wajah bosan Jalu. Ia terus bercerita dengan semangat. Bahkan, sesekali Jalu melakukan squath untuk mengusir bosan.

Selesai dengan segala kisah masa lalu ibu kos, Jalu akhirnya terbebas dan dapat kembali menjadi manusia tidak berguna di kamar kos. Jalu menghempaskan diri ke atas kasur yang berukuran pas dengan tinggi badan 174 cm nya. Ia mendekati laci yang ada di sisi kasur lalu membuka laci. Matanya menelusuri seluruh benda di dalam laci, tangan Jalu mengambil sebuah benda yang berbentuk seperti pipa, panjang benda itu setara dengan rokok batang yang biasa ia beli untuk dibagikan kepada orang random.

“Ini rusak, ya?” tangan Jalu yang memegang benda itu melakukan pen-spinning. Matanya masih tertuju pada benda yang sedang ia main-mainakan di tangan.

“Apa aku tanya pengurus saja?”

Janu memasukan benda itu kembali ke dalam laci.

“Nanti aja, deh. Malam ini untung-untungan saja, kalau kalah, ya, kalah.”

Malam hari tepat pukul 8, kota Gobain sudah sangat sepi karena semakin tenarnya nama The Phantom. Hanya beberapa orang yang memang memiliki urgency saja yang berlalu-lalang, itu pun dengan tingkat kewaspadaan tinggi. Mereka berjalan di tengah kota dengan pandangan yang selalu beredar kesana-kemari, baik wanita maupun pria.

Di tengah keheningan kota, dalam lika-liku gang sempit yang lembab yang hanya mengandalkan cahaya bulan sebagai penerangan, The Hunter seperti biasa berusaha menangkap The Phantom yang sedang melakukan aksi.

“Kenapa dia berlari sangat cepat?”

“Entah, lah. Berbeda dari yang informan kita bilang.”

Para The Phantom yang terus berlari mulai kehabisan tenaga, napas mereka semakin tidak teratur karena rasa panik.

“Dapat!”

Teriak seorang yang melompat dari salah satu atap rumah. Pria itu dan empat orang lainnya melompat turun dari atap ruko-ruko yang mengitari gang. Orang-orang itu berdiri melingkari The Hunter

“Menyerah saja kau, pemburu sialan!” secara serempak, pasukan The Phantom menodongkan senjata ke arah kepala The Hunter.

“Kalian pikir aku akan menyerah dengan hanya karena kalah jumlah?” The Hunter berusaha mengalihkan perhatian lawan liciknya. Tangan kanannya perlahan mendekat ke arah saku.

“Eits, stop kawan,” salah satu anggota The Phantom mendekat. Ia meletakkan laras pistolnya tepat di bagian kepala belakang The Hunter.

The Hunter panik, tapi ia berusaha mengendalikan situasi. Melihat dengan teliti, di mana sekiranya ia membuat celah untuk menghancurkan para hantu ini.

“Awas ada nasi besek!” teriak Jalu yang kebetulan sedang lewat di jalan itu juga. Dengan benda seperti rokok di mulut, Jalu meniup benda itu yang ternyata mengeluarkan jarum halus seperti jarum akupuntur, mendarat tepat di leher anggota The Phantom yang menodongkan kepala tepat di belakang kepala The Hunter.

Anggota The Phantom langsung mengambil siaga. Dua orang yang berdiri di belakang The Hunter segera berbalik badan, menodongkan senjata ke arah Jalu yang dengan cepat segera mengangkat tangan, dengan mulut yang masih mengapit pipa kecil itu layaknya rokok.

Tidak mau membuang kesempatan, The Hunter memasukkan tangannya ke dalam saku mengeluarkan besi kecil dengan panjang 3 cm. Itu tongkat besi seperti biasa yang gunakan pesulap. Kalau tuasnya ditarik bsei itu akan memanjang.

Lihat selengkapnya