Malam ini, para anggota The Phantom kembali berlari, berusaha kabur dari penangkapan. Tapi, ada yang berbeda. Di bawah sinar rembulan yang terang, dua anggota The Phantom dikejar oleh seorang polisi yang sudah mulai kehabisan napas.
"Kali ini, aku pasti menangkap kalian!" Pak Ketua berusaha mengejar mereka keliling kota.
Dua anggota The Phantom masuk ke dalam sebuah gang gelap. Tanpa sadar, Pak Ketua mengikuti mereka dan justru masuk ke dalam jebakan. Gang itu tidak memiliki jalan keluar. Dari atas atap, anggota The Phantom lainnya melompat turun, mengepungnya. Dengan sigap, Pak Ketua mengeluarkan pistol dan bersiaga.
"Pak tua, sebaiknya kau bekerja di balik meja saja. Berangkat pagi, pulang sore, lalu menikmati teh hangat di rumah. Istrimu pasti menunggu di rumah."
Enam anggota The Phantom mengangkat pistol mereka, mengarahkannya ke Pak Ketua.
"Cepat habisi dia. Orang-orang transit pasti tidak tertarik dengan kulit keriput."
Pak Ketua memicingkan mata. Napasnya masih belum stabil akibat kejar-kejaran tadi. Tangannya yang menggenggam pistol mulai bergetar.
Pak Ketua berdecak. "Baik sekali kau mengkhawatirkan hal itu. Tapi jangan khawatir, aku tinggal sendiri."
Alih-alih menimbulkan ketakutan, pernyataan itu justru membuat para anggota The Phantom memandang Pak Ketua dengan iba.
"Loh, salah jadwal?" suara tiba-tiba terdengar dari atas atap.
Semua orang di sana mendongak.
"Baiklah, sekalian saja."
The Hunter melompat turun, mengikuti jejak The Phantom sebelumnya. Ia mengeluarkan senjata andalannya—sebuah celurit dengan gagang pistol.
Pak Ketua mengernyit. "Apa-apaan senjata itu?"
The Hunter menarik pelatuk di gagangnya. Celurit itu terlepas, rantai sepanjang setengah meter menjadi penghubung antara celurit dengan gagang pistol buatan itu. Dengan cekatan, ia memutar senjatanya dan membelah pistol para anggota The Phantom. lalu kembali menarik pelatuk, membuat celurit itu kembali menyatu dengan gagangnya.
Para anggota The Phantom terdiam, memberi kesempatan bagi si pemburu untuk menyerang. Pak Ketua juga tak mau ketinggalan, segera ikut meringkus mereka yang berusaha kabur.
Setelah para anggota The Phantom berhasil dikalahkan dan dikumpulkan di satu tempat, The Hunter mengeluarkan tali besi dari sakunya.
"Nah, itu! Itu dia benda sialan yang selalu menyulitkan kami!" seru Pak Ketua tiba-tiba, lalu menarik tangan The Hunter.
"Loh, ada apa, Pak? Lepasin!" The Hunter berusaha melepaskan diri.
Pak Ketua sadar bahwa cengkramannya kurang kuat, jadi ia langsung memeluk lengan The Hunter erat-erat.
"Eh, saya normal loh, Pak! Baru aja dapet pacar!"
Namun sebelum The Hunter bisa melanjutkan protesnya, langkah kaki segerombolan orang terdengar mendekat.
"Sial!" The Hunter tahu betul itu suara para polisi. Berurusan dengan mereka hanya akan merepotkan. Ia berpikir cepat.
"Maaf ya, Pak," Tanpa banyak basa-basi, ia menggendong Pak Ketua ala pengantin baru di film-film Barat, lalu melompat naik ke tembok gang dan kabur.
"Di sana! Cepat amankan mereka!" suara petugas keamanan menggema.