HURT IS LOVE

essa amalia khairina
Chapter #3

RUANG RINDU

Sekolah yang akan menjadi rumah kedua bagi Kinan adalah sekolah hijau yang ramah lingkungan. Pepohonan rindang dan tanaman subur terdapat di beberapa sudut yang Kinan lewati sekarang.


Berbekal kantung keresek yang ia temukan dari dalam tasnya, cukup banyak untuk menampung dedaunan kering yang berjatuhan dari atas pohon. Mula daun yang jatuh dari pohon mangga, rambutan, juga pohon jambu yang berdiri tegak di depannya.


Kinan bergerak cepat, mengumpulkan dedaunan lagi yang berserakan di tanah dan sudah hampir penuh terisi.


"Gimana?"


Kinan terkejut dan berhenti sejenak menatap seseorang yang muncul dari salah satu koridor sekolah. Kinan tertegun melihat Biru yang sedang bergerak mendekatinya. "I-Ini sudah hampir penuh, Kak." Katanya.


Biru merebut kantung keresek yang digenggam Kinan dan melihat isinya. "Baru dikit!"


"Kak, tapi ini ...,"


"Ini apa? Lo tahu kan kalau sekolah kita itu luas! Ada banyak daun yang jatuh di sekitaran sini!"


"Tapi, maaf Kak. Se-Sebelumnya aku mau nanya emangnya ... daun ini untuk apa?"


Biru mendesis. "Heh curut! Denger, ya ...,"


Kinan tertegun. Meski ia sadar bahwa sebutan itu hanyalah panggilan sementara selama masa OSPEK berlangsung, namun rasanya terdengar menyakitkan.


"Lo tahu, sebenarnya kalau telat ke sekolah itu bukan hal yang tidak mudah di maafkan. Kenapa ... karena sedetik yang lo punya, itu sama halnya lo gak menghargai waktu. Baik dari waktu yang lo punya apalagi orang lain yang udah buat nunggu lo lama!" Cecar Biru dengan tatapan tajamnya. "Sama seperti daun yang lo ambil. Kenapa gue nyuruh lo buat ambil semua daun yang jatuh ... supaya lo sadar, betapa berharganya waktu dan kesempatan yang lo punya sebelum akhirnya lo jatuh dan rapuh!"


Kinan mendengarkan perkataan Biru dengan seksama, ia merasa ada sesuatu yang mengena di hatinya. Meski lelaki itu nampak kasar, namun perkataannya yang bijak sungguh membuat Kinan terenyuh.


"Aaaaaaah ...!" Kinan menjerit saat sesuatu tiba-tiba jatuh di bahunya. Hitam, berbulu, dan panjang. Dengan tanpa sengaja, Kinan menepis sesuatu dari tubuhnya dan bergerak mendekati Biru bahkan mendekap Biru dengan erat. "Apa itu, Kak?!" Kata Kinan ketakutan dan bergidik geli.


Dengan jarak yang begitu dekat, kedua tangan Kinan tanpa sadar masih merengkuh bawah kemeja seragam Biru.


Setelah ketegangan berakhir, Kinan memandang wajah Biru lebih dekat. Degup jantungnya kembali berdetak kencang di antara aroma parfum khas yang dimiliki oleh lelaki dihadapannya. "Ma-Maaf, Kak." Kata Kinan melangkah lebih menjauh kemudian. "A-Aku ...,"


"Kumpulkan lagi daunnya setelah itu hitung jumlahnya!" Tukas Biru sesaat sebelum akhirnya lelaki itu berbalik pergi.


****


Semua siswa berhamburan keluar kelas dan mulai pulang usai kegiatan OSPEK untuk hari ini telah selesai. Namun sampai sekarang, Kinan masih memikirkan apa yang terjadi tadi siang bersama Biru di halaman belakang sekolah. Bukan karena perkataannya tentang pentingnya menghargai waktu dan kesempatan, melainkan momen di mana ia secara tidak sengaja mendekap Biru dengan erat dan merasakan aroma parfum yang sampai saat ini masih ia ingat.


"Kinan, ayo naik!" Kata Cheryl mengejutkan, usai dirinya mengambil motor miliknya yang terparkir di pelataran sekolah. "Tapi lo inget, ya! Bilang sama Ibu kalau tadi kita berangkat bareng sampai sekolah!" Tambahnya sambil memberikan helm kepada Kinan.


Kinan mengangguk dan mulai duduk di jok belakang motor. Saat Cheryl menghidupkan mesin motor dan memulai perjalanan pulang, Kinan memeluk pinggang sang Kakak dari belakang dan membiarkan angin membelai wajahnya.


"Kena hukuman apa lo, tadi?" Kata Cheryl dengan suara lantang terselip angin yang berhembus.


"Gak, Kak. Cuma di suruh buat ngumpulin daun kering aja." Kinan menggelengkan kepala dan menjawab dengan suara pelan.


"By the way, tuh cowok yang maki lo tadi ganteng juga, ya!" Cheryl tersenyum-senyum sendiri. "Meski ada lo di sekolah yang bikin gue gak semangat, tapi ada obat yang buat gue sekarang lebih semangat belajar ke sekolah. Yaitu, Biru. Calon pacar gue!" Bebernya dengan penuh percaya diri.


Kinan mengangguk dengan senyuman tipis. "Tapi kata Ayah, bukannya kita gak boleh pacaran dulu Kak, sebelum kita lulus sekolah?"


"Ah elah! Nasihat Ayah aja di denger! Itu cuma formalitas doang supaya kita fokus belajar, lo kan tahu kalau Kak Pandu belum nikah. " Bilangnya aja gak boleh pacaran, tapi kan itu cuma ketakutan aja kalau di antara kita adiknya yang bakal nikah duluan."


Kinan mendengarkan perkataan Cheryl dan tak tahu apa yang harus dikatakan, jadi ia hanya mengangguk dan tersenyum tipis.


"Menurut lo, gue pantas kan ... jadi pacarnya Biru?" Lanjut Cheryl.

Lihat selengkapnya