Dua Minggu Kemudian ...
Suara bel sekolah berbunyi beberapa detik, menandakan semua siswa sudah dipastikan harus memasuki kelas masing-masing.
Semenjak masa orientasi sekolah selesai, Kinan terbiasa oleh kebiasaan-kebiasaan dan aturan penting yang harus ia taati di sekolah. Tidak boleh membawa makanan selain dari rumah, menggunakan pakaian seragam sesuai jadwal dan yang paling utama ialah tidak boleh datang terlambat ke sekolah minimal lima belas menit sebelum jam pertama di mulai.
Beruntung, sepagi ini Kinan datang tepat waktu. Meski, Cheryl selalu menurunkannya di jalan tanpa sepengetahuan Sari dan Hasan, Kinan bisa mengatasi itu semua dengan baik.
Kinan terbiasa berjalan kaki beberapa dengan melewati jalan pintas yang telah ia kenal sejak kali pertama Cheryl menurunkannya di tempat biasa. Dengan langkah yang cepat dan pasti, Kinan berjalan menuju kelasnya.
Kelas Kinan berada di paling ujung koridor lantai dua. Ia menaiki anak tangga dan langkahnya mendadak berhenti sesaat mendapati kedua kaki di atasnya juga sama-sama ikut berhenti. Kinan mengangkat wajah dan melihat seseorang yang berdiri di depannya. Seseorang dengan mata tajam dan garis bibir yang datar tanpa ekspresi.
"Bi-Biru," Gumam Kinan tergagap. Terlintas, ia teringat kejadian yang terjadi di halaman belakang sekolah dekat pohon mangga bersama lelaki yang masih mengunci geraknya.
Beberapa detik berikutnya, terdengar sayup-sayup suara langkah kaki bersama suara gelak tawa yang perlahan semakin dekat. Kinan terkesiap saat mendapati Cheryl dan kawan-kawan muncul dari belakang tubuhnya. "Ka-Kak Cheryl ..."
Cheryl memandang Kinan dengan mata membulat, nyaris keluar. Sial! Si Kinan panggil gue Kakak di depan Biru?! Gue gak sudiiiii ... gue gak sudi! Yang tahu Kinan adik tiri gue cuma Hani sama Frea! Awas aja lo Kinan!
Mata awas dan penuh ancaman Cheryl kepada Kinan, berganti hangat saat memandang wajah Biru. "Kak Biru," Sapanya dengan senyuman hangat.
Biru berpaling dan berlalu pergi. Tanpa memperdulikan tatapan Cheryl dan senyumnya yang hangat menyapa. Langkahnya berlalu cepat lantas menghilang dari pandangan.
Kinan masih berdiam diri. Sementara, Cheryl melangkah lebih dekat kemudian. "Lo caper sama Biru, iya?!"
"Enggak, Kak."
"Ih, Kinaaaaaaaan!" Pekik Cheryl menjambak rambut Kinan ke belakang, tak peduli rintihan rasa sakit yang dirasakan adiknya itu. "Sekali lagi lo panggil gue Kakak ... gue bakal buat lo nyesel!"
"Sakit, Kak!"
Frea menyenggol sikut Cheryl. "Sssst! Udah yuk, masuk kelas! Ini baru pagi."