HURT IS LOVE

essa amalia khairina
Chapter #5

KEPEDULIAN MAS PANDU

Langit sore tak lagi berawan, menghadirkan tiupan angin pertanda hujan akan segera tiba dengan suara guntur secara berkala.


Usai mengucapkan salam kepada guru, semua murid berhamburan keluar kelas. Mereka berpencar satu per satu, ada yang langsung menuju gerbang sekolah, ada yang singgah ke kantin untuk membeli makanan sebelum pulang juga ada yang berjalan ke parkiran menunggangi kendaraan mereka untuk pulang.


Di antara kerumunan itu, ada Kinan. Langkah Kinan terasa lebih berat, ada sesuatu yang membuatnya sedikit cemas dan khawatir. Bola matanya menyapu ke setiap penjuru area parkir, memperhatikan satu per satu kendaraan yang pergi meninggalkan lahan kosong itu dan tak ada satupun sepeda motor Cheryl di sana.


Kinan segera merogoh ponsel dari dalam tasnya, jari-jarinya sedikit gemetar saat membuka layar.

Pandangannya tak lepas dari parkiran yang mulai sepi. Ia menekan nama Cheryl di daftar kontak, berharap suara Cheryl segera merespon. Tetapi, nada sambung masih terdengar dengan tampilan layar memanggil.


"Cheryl kamu dimanaaa ...," Gumamnya memandang langit yang semakin gelap. "Mana sebentar lagi mau ujan."


Setelah lima menit berada di tempatnya, Kinan memutuskan untuk meninggalkan area parkir untuk pulang.


Kinan mulai berjalan menelusuri jalanan yang lenggang, hanya ditemani suara angin yang menggesek dedaunan di pinggir trotoar. Langit mendung menjadikan kota yang biasanya ramai kini seolah tertidur, memberi ruang kepada Kinan untuk berpikir mengapa tega Cheryl meninggalkannya pulang sendirian. Terlebih, jarak dari sekolah menuju pulang cukup jauh.


Masih mending kalau Cheryl menurunkannya di tengah perjalanan, masih ada tenaga dan waktu untuk mencari alternatif. Batin Kinan berusaha meredam amarah dan rasa kesalnya terhadap Cheryl.


Kinan menendang kerikil kecil dihadapannya, kemudian batu itu memantul dua kali sebelum menggelinding ke selokan.


Sejauh Kinan berjalan, semakin lama langkahnya semakin lambat. Tas di pundaknya semakin terasa berat seakan menyerap rasa kecewa yang belum sempat ia ucapkan. Ia menunduk, mengusap dengan kasar wajahnya yang basah oleh gerimis pertama.


Beeeeep!


"Kinaaaan!"


Suara panggilan itu terdengar familiar, membuat Kinan menoleh ke arah sumber suara. "Ma-Mas Pandu."


Sosok lelaki ber-sweater hitam dengan helm setengah terbuka segera mendekati Kinan dengan sepeda motornya. Suara gemuruh mesin yang pelan terdengar menembus sepi jalanan yang mulai basah.


"Kamu kenapa pulangnya jalan?" Tanya Pandu. "Mana Cheryl?"


Kinan tergagap. Ia ragu tuk mengatakan yang sesungguhnya bahwa Cheryl telah pulang dan meninggalkannya di sekolah tanpa kabar. "Kak Cheryl ..."


Tanpa menunggu jawaban, Pandu tahu jika adiknya itu telah pergi meninggalkan Kinan pulang duluan. Rasa takut untuk mengatakan kejujuran yang dirasakan Kinan begitu jelas terlihat. Pandu menghela udara dalam-dalam dengan gelengan di kepala. "Ayo naik!"


Kinan diam sejenak, lalu mengangguk dan menaiki motor pelan-pelan. Pandu menyerahkan helm cadangan yang tersangkut di spion.


Begitu mesin motor kembali menyala dan mereka mulai melaju, Pandu berbicara tanpa menoleh. Ia sesekali memandang gadis itu dari kaca spion. “Kesalahan apa yang udah kamu buat sampai Cheryl ninggalin kamu pulang duluan?"


Cheryl terkesiap oleh pertanyaan Kakak angkatnya itu. "Ti-tidak ada, Mas."


"Pasti ada!" Desak Pandu. "Cheryl itu gak suka sama kamu, apalagi kalau kamu udah buat kesalahan, dia semakin membenci kamu!"


Kinan tertunduk.


"Udah gak usah sedih gitu, kalau keterlaluan. Lawan aja kalau berani, selama itu baik!"


Kinan mengangkat wajah dan menganggukkan kepala. Kata-kata Pandu hari ini membuatnya heran. Di balik sikap dingin dan cuek lelaki berusia dua puluh empat tahun itu ternyata menyimpan perhatian dan rasa peduli yang mendalam terhadap orang-orang di sekitarnya, termasuk Kinan.


"Makasih, Mas." Kata Kinan.


Lihat selengkapnya