HURT IS LOVE

essa amalia khairina
Chapter #7

PERKATAAN CHERYL

Bel sekolah berdentang nyaring, menggema di lorong-lorong SMA Harapan Bangsa. Siswa-siswi berhamburan keluar kelas seperti air yang dilepas dari bendungan. Namun tidak dengan Kinan. Ia tetap duduk di bangkunya, tatapan matanya kosong menatap papan tulis yang mulai dipenuhi coretan siang tadi.


Di luar, tawa dan teriakan yang memenuhi udara. Di dalam kelas, hanya ada bunyi detak jarum jam dan desahan napas Kinan yang berat. Sejak tadi malam, hatinya terus gelisah. Ia tidak bisa tidur dengan lelap. Pikirannya terus dihantui oleh kata-kata Cheryl yang menyesakkan, bahkan masih terngiang-ngiang di telinganya.


Dan ucapan Pandu kemarin pun, masih membekas. Kinan belum sempat untuk menanyakan tentang mengapa ia bisa sendirian di sebuah mall saat ia kecil pada Ibu angkatnya, Bu Sari. Sebab, hatinya masih belum tenang untuk menerima jawaban yang mungkin tak ingin ia dengar. 


Lo yang rebut Biru dari gue! Dasar ga tahu diri! 


Seperti kaca yang jatuh ke lantai, Kinan terkesiap saat mendengar pernyataan tajam itu dari luar kelas. Ia kemudian spontan berdiri lalu melangkah pelan keluar kelas. 


Rasa penasaran dan cemas membelenggu diri Kinan, membuat langkahnya terasa ragu namun tak bisa dihentikan sampai akhirnya Kinan mendapati sebuah kerumunan di lorong koridor. 


Semakin melangkah, Kinan semakin mendekati para siswa yang berdiri saling berdesakan, menatap pusat keributan dengan wajah tegang dan penuh bisik-bisik.


"Biru itu pacar gue sejak awal. Lo sadar diri, dong!" Ucap Aresha dengan nada yang semakin tinggi sambil mendorong tubuh Cheryl yang nyaris terhuyung ke belakang. 


"Gak bisa!" Balas Cheryl. "Gue gak peduli Biru pacar lo atau bukan, yang jelas... Biru itu milik gue!"


"Nantangin lo!"


"Lo pikir gue takut sama lo? Cuma karena lo kating doang!"


Mendengar suara yang familiar itu, Kinan bergerak cepat dan memecah kerumunan. Matanya membulat ketika melihat Aresha dan Cheryl berdiri saling berhadapan dengan ekspresi penuh emosi. Ia segera melangkah cepat dan mendekat.


"Kak, udah Kak." 


Cheryl terkejut. Ia menoleh menatap Kinan. Napasnya masih memburu, wajahnya merah dan matanya tajam. Sebutan Kinan padanya membuat bola matanya berkaca-kaca, bibirnya gemetar menahan sesuatu yang ingin ia teriakkan.


Sementara Kinan masih berdiri di antara mereka, bak perisai yang membuat suasana tak meledak lebih jauh. 


Namun di saat ketegangan yang nyaris lenyap itu, Cheryl melangkah lebih dekat menghadap Kinan. "GUE UDAH BILANG JANGAN PANGGIL GUE KAKAK!" Teriaknya di depan wajah Kinan. Suaranya pecah oleh emosi yang tak bisa ia bendung. "LO ITU CUMA ANAK PUNGUT YANG BISANYA BUAT HIDUP GUE SIAL! PERGI, LO!"


Kinan membeku. Kata-kata itu menghantamnya seperti badai yang datang tanpa peringatan. Dadanya sesak, seolah udara di sekitarnya menguap begitu saja. Orang-orang yang di sekitarnya kembali berbisik lagi dengan suara-suara pelan namun tajam menusuk telinga dan dada Kinan. 


Anak pungut? 


Gue kira Kinan itu lahir dari keluarga yang utuh! 


Jangan-jangan Ibunya sengaja buang dia! 


Atau Ibunya wanita jalang yang hamil di luar nikah.


Kinan ingin saja lari dari tempatnya. Kalimat-kalimat itu sudah lebih dari cukup seperti jarum yang menancapnya perlahan. Namun gadis berambut hitam panjangnya itu tetap diam. Tidak karena pasrah, bukan pula karena tak sakit. Melainkan karena ia tahu jika ia melangkah mundur sekarang, maka semua yang ia pertahankan selama ini akan runtuh.

Lihat selengkapnya