"Ya ampun Nak ... kamu kenapa hujan-hujanan?"
Kinan menggeleng dengan senyuman sembari memandang wajah cemas ibunya. "Aku gak apa-apa kok, Bu. Aku bisa ganti baju dan minum air hangat."
Kinan berusaha menyembunyikan apa yang terjadi di sekolah. Untungnya, hujan deras turun sore tadi, memberinya alasan mengapa seragamnya basah, bukan karena ulah Cheryl, melainkan karena kehujanan.
"Ibu siapin ya, Nak."
"Gak usah, Bu." Sanggah Kinan. "Aku ke kamar dulu buat ganti baju ya, Bu."
"Kinan," Ujar Bu Sari.
Kinan diam. Punggungnya masih menghadap, tangan mengepal di sisi tubuhnya. Ia menelan ludah, berusaha menenangkan napas yang mendadak terasa sesak. Apa ibu curiga?
"Kinan, yang tadi antar kamu ke rumah siapa?"
Kinan menghembuskan napasnya lega. Ia berbalik dengan senyuman yang seakan baik-baik saja. "Oh,"
Sari mulai memperhatikan setiap gerak-gerik anaknya.
"Teman, Bu,” jawab Kinan ringan. “Kebetulan searah, jadi dia nawarin aku pulang bareng.”
Sari mengangguk, tapi matanya masih penasaran. Sejauh ini, Kinan tidak pernah dekat dengan lelaki manapun apalagi memiliki teman lelaki. Kinan yang tak ingin Sari banyak bertanya, segera bergerak cepat menuju kamar.
Langkah Kinan seolah sedang di kejar oleh tusukan pertanyaan yang membuatnya mengupas rasa sakit kalau Sari bertanya lebih dalam apa saja yang terjadi di sekolah. Kinan membuka pintu kamar, ia terkejut saat mendapati Cheryl sudah ada di dalam kamarnya.
Cheryl duduk di tepi ranjang tidurnya sambil melipatkan kedua tangan di bawah dada, memandang Kinan tajam dengan mata penuh ancaman. "Tutup pintunya!"
"Ka- Kak Cheryl," Kinan memakan saliva sambil menutup pintu kamarnya. Ia berdiri di ambang pintu dengan tubuh sedikit gemetar. Apa yang akan dilakukannya sekarang. Batin Kinan sambil bergerak melangkah mendekati Cheryl saat gadis itu melambaikan tangan padanya.
"Lo gak cerita kan apa yang terjadi tadi di sekolah?"