Aku terbangun dan menatap ke langit – langit kamar yang terasa asing. Aku mengernyit bingung dan mencoba mengingat aku berada di mana. Samar - samar aku mendengar suara parau Alex. Aku menoleh dan melihatnya yang nampak kacau. Aku membelai perutku. Aku merasa ada yang aneh dengan perutku. Aku mulai merasa panik saat merasakan perutku yang rata. Aku tidak lagi merasakan anakku yang aku kandung. Aku takut terjadi sesuatu kepada anak kami.
“Alex.. kenapa? Kenapa perutku rata? Kenapa aku tidak bisa merasakan kehadirannya diperutku?” Tanyaku panik.
Alex nampak diam sambil menunduk. Perlahan Alex menarikku dalam pelukkannya. Alex memelukku dengan erat. Aku bisa merasakan tubuhnya bergetar. Entah mengapa dia menjadi aneh seperti ini. Aku semakin merasa perasaanku tidak enak. Rasa takut semakin menyelimutiku.
“Alex.. jawab aku,” ucapku lirih.
Aku semakin takut dengan situasi ini. Apa lagi melihat Alex yang benar - benar terlihat kacau. Aku berusaha mengenyahkan fikiran burukku karna aku tidak ingin mempercayai fikiran itu. Aku yakin semua baik - baik saja. Hanya saja Alex merasa khawatir karna kecelakaanku. Aku berharap begitu.
“Maafkan aku.. maafkan aku.. maaf aku tidak bisa menjaga kalian berdua.. maafkan aku,” ucapnya dengan suara yang bergetar.
Kata - katanya yang membuatku menegang. Kata - katanya seakan mempejelas kalau firasatku benar. Aku memberontak dalam pelukkannya.
“Apa maksudmu?” Tanyaku takut.
Alex menatapku dengan sedih. Air mata sudah tidak bisa aku bendung lagi. Air mata perlahan menetes membasahi pipiku.
“Dia tiada.. kita kehilangannya..”
“Katakan dengan jelas!!!” Bentakku panik.
Aku mendorong Alex dengan kesal karna dia terus mengatakan hal yang tidak aku inginkan sambil berusaha menenangkanku. Aku tidak akan bisa tenang dalam keadaanku yang seperti ini.
“Maafkan aku yang gagal menjaga kalian.. maafkan aku.. karna kita kehilangan bayi kita,” ucapnya di sela isak tangisnya.
Aku merasa seperti tersambar petir. Aku menatap Alex yang juga menatapku dengan sedih. Tatapanku terpaku kepada wajahnya yang sudah di basahi air mata. Aku berusaha mencari kebohongan sambil berharap kalau ini hanya mimpi dalam matanya yang hanya memancarkan kesedihan yang dia rasakan. Aku menggeleng menolak kenyataan yang harus aku terima. Aku menjambak rambutku dengan kasar untuk membangunkanku dari mimpi ini. Alex menahan kedua tanganku.
“LEPASKAN AKU!!! Ini tidak mungkin terjadi.. aku tidak mau berada di mimpi ini!! Aku tidak mungkin kehilangan anakku. Aku tidak mungkin kehilangan dia!!!” Ucapku histeris.
“Aku mohon tenanglah..”
“Aku tidak mau kehilangan dia.. aku mohon kembalikan dia kepadaku. Aku mohon kembalikan dia.. aku mohon.. biar aku saja yang mati.. Alex aku mohon kembalikan dia.. DEMI TUHAN AKU TIDAK MAU KEHILANGAN ANAKKU!!!”
“HENTIKAN!!”