Aku kembali terpuruk dalam kehancuran. Aku berjalan dengan dengan perasaan hampa. Setelah aku meninggalkan Alex keadaan hatiku tidak juga membaik. Aku merasa semakin sedih karna merindukannya. Air mata mengalir tanpa bisa aku tahan. Aku tidak peduli sekitarku. Aku sudah terlalu mati rasa saat ini untuk memperdulikan sekitarku. Kehidupan yang dulunya membuatku percaya bahwa rasa sakit ini takkan kembali. Kehidupan yang dulu membuatku percaya kalau aku masih pantas dicintai. Nyatanya harus berakhir dengan luka yang menyakitkan. Aku menatap kosong lurus ke depan. Aku tidak memperdulikan tatapan heran orang - orang disekelilingku. Sampai aku mendengar teriakkan. Aku menoleh dan melihat sebuah mobil mengarah kearahku. Aku menutup mata bukan karna aku takut. Aku hanya pasrah dengan takdirku. Aku membuka mata karna tidak merasakan hantaman ditubuhku. Aku melihat pemilik mobil itu keluar. Aku merasa kakiku lemas dan tiba - tiba semua gelap.
*/*
Aku membuka mata dan aroma obat langsung menusuk penciumanku. Aku mencoba menyesuaikan penglihatanku dan melihat sekitarku. Aku melihat dokter Vanesa menghampiriku.
"Kate.." ucapnya.
Aku berusaha bangun, namun tubuhku terlalu lemas. Dokter Vanesa menggenggam tanganku erat. Dia tahu apa yang aku rasakan. Dia juga tahu tentang pernikahan Alex dengan Renata. Dia menolak untuk datang karna membenci keputusanku untuk membiarkan suamiku di rebut oleh Renata, namun aku tidak bisa melakukan apapun. Renata mengandung dan Alex menginginkan anak sedangkan aku, aku hanya wanita yang tidak berguna. Aku menangis meratapi nasibku yang buruk. Dokter Vanesa memelukku erat untuk menenangkanku. Dia sudah seperti kakak bagiku. Dia seperti kakak keduaku setelah kak Lila.
"Kalau tuan Smith tidak membawamu ke sini mungkin aku tidak akan tahu apa yang terjadi padamu. Mengapa kau tidak datang kepadaku atau menelfonku? Aku pasti akan menolongmu. Apa kau tidak menganggapku?" Tanyanya marah.
"Maafkan aku? Aku benar – benar tidak tahu harus bagaimana. Aku sudah lelah dan memilih menyerah. Aku memilih pergi walau aku tidak sanggup.." ucapku lirih.
Vanesa nampak sedih menatapku. Dia menghela nafas lemah. Setetes air mata mengalir dari mata indahnya.
“Ya Tuhan Kate..”
Vanesa menangis sambil memelukku.