Aku menatap ponselku yang sama sekali tidak berdering. Aku khawatir kepada Damian. Damian mengatakan kalau dia akan ke sini, tapi ini sudah tiga jam dia tidak juga sampai. Aku nekat mencoba mengirimnya pesan. Rasanya aku tidak bisa diam saja menunggu kabarnya. Aku takut terjadi sesuatu kepadanya. Aku terkejut saat mendengar kabar kalau dia berada di rumah sakit. Dengan segera aku menelfonnya menanyakan keadaannya.
"Apa yang terjadi?" Tanyaku khawatir.
"Aku baik - baik saja. Maaf aku harus menutup telfonnya sekarang," ucapnya terburu - buru.
Ada perasaan aneh saat dia nampak terburu - buru menutup telfonku. Tapi setidaknya aku merasa lega saat dia bilang baik - baik saja. Aku harap dia benar – benar tidak apa – apa. Dia sudah aku anggap keluargaku sendiri. Dia pria yang baik dan tulus. Aku harap dia mendapatkan pengganti wanita yang menyakitinya. Sebelum ini memang Damian sempat menceritakan kisah cintanya yang berakhir buruk. Sama sepertiku, dia juga harus menelan pil pahit tentang kekasihnya yang memilih pria lain di banding dengannya. Padahal Damian adalah sosok pria sempurna. Entah seperti apa pria yang di pilih oleh wanita itu hingga dia rela mencampakan Damian yang jelas mencintainya.
*/*
Aku masih diam menunggu Damian datang. Ini sudah 2 hari Damian tidak datang ke sini. Terakhir dia mengatakan kalau dia akan memperjuangkan hatinya. Dia ingin merebut wanita yang dia cintai kembali. Dia menceritakan kalau wanita yang dia cintai selama ini sebenarnya di sia – siakan oleh pria pilihannya. Awalnya aku tidak setuju bila dia masih mengharapkan wanita itu, tapi aku tidak bisa melihatnya bersedih dan hanya bisa mendukungnya sebagai seorang adik. Aku ingin segera mendengar ceritanya. Aku harap dia berhasil mendapatkan hati wanita itu. Akhirnya yang aku tunggu datang. Semua anak – anak kak Lila langsung menghambur kearahnya dan memeluknya. Aku tersenyum dan melambaikan tanganku ke arah Damian. Aku melihat raut wajah Damian berubah saat melihatku. Dia berjalan pelan kearahku. Aku tahu ada sesuatu yang terjadi. Aku tahu ada berita buruk yang akan dia ceritakan. Dengan cepat aku menariknya masuk kekamarku.
"Ada apa?" Tanyaku khawatir.
Dia mendesah lemah saat aku menanyainya. Aku yakin saat ini dia dalam keadaan tidak baik.
"Kate.."
Aku masih menatapnya yang nampak lesu. Dia menggenggam tanganku dengan erat. Aku melihat air matanya mengalir dipipinya. Aku khawatir dengan keadaannya. Biar bagaimana Damian sudah seperti saudaraku sendiri. Aku meraihnya dalam pelukkanku. Aku berusaha menenangkannya. Rasanya benar - benar sedih melihatnya yang biasanya ceria mendadak menjadi sedih begini.
“Jangan sedih. Aku yakin kau akan menemukan wanita yang lebih baik lagi. Aku selalu berdoa kau mendapatkan wanita yang jauh lebih mencintaimu dan kalian bisa hidup bahagia,” ucapku lirih.
Damian membalas pelukkanku dengan erat. Aku menepuk - nepuk bahunya untuk memberikannya ketenangan dan kekuatan.
"Maafkan aku Kate.. ini karnaku," ucapnya lirih.
Aku semakin bingung dengan kata – katanya. Aku menangkup wajahnya dan menghapus air matanya. Dengan lembut aku menggenggam tangannya yang terasa dingin ditanganku. Damian terlihat frustasi saat ini hingga membuatku benar - benar penasaran. Apa lagi tiba - tiba dia meminta maaf kepadaku. Seakan semua ini ada kaitannya denganku.
"Ada apa Dam?" Tanyaku penasaran.
Damian menghapus air matanya dan menatapku lekat - lekat. Aku merasakan ada firasat buruk yang akan dikatakan Damian. Tapi aku berusaha menepis semua fikiran itu.