Aku mendesah bahagia saat melihat senyuman lebar William. Walaupun dia mengotori pakaiannya dengan cat, namun itu tidak membuatku marah. Dia selalu bisa membuatku luluh dengan kelakuan manisnya seperti sekarang dia membuat sebuah lukisan wajahku di baju putihnya. Dengan bangga dia mengatakan itu baju kesukaannya. Dia jenius dan sangat pintar diumurnya yang baru beranjak 5 tahun. Aku menghapus air mataku menatapnya yang masih menatapku dengan mata yang mirip dengan ayahnya. Dia mendekat dan mencoba menghapus air mataku dengan tangan mungilnya.
"Dangan menangis mom. Aku dandi akan melukis wadahmu lebih bagus lagi," ucapnya polos.
(“Jangan menangis mom. Aku janji akan melukis wajahmu lebih bagus lagi,”)
Aku tersenyum saat mendengar celoteh cadelnya. Aku mengecup pipinya yang tembam dan memeluknya dengan erat. Ada rasa bersalah karna aku tidak bisa mempertemukannya dengan ayahnya. Aku membenamkan wajahku dilehernya.
*/*
Keesokan paginya aku mengajaknya berbelanja kebutuhan rumah. Dia anak laki - lakiku yang selalu membuatku gemas. Semenjak bisa berjalan dia menolak untuk aku gendong saat kami berada di luar rumah. Lucunya setiap ada pria yang memandangku dengan tatapan penuh minat dia akan menatap pria itu dengan tajam. Aku tidak heran kenapa pria itu nampak langsung mengalihkan tatapan mereka saat di tatap oleh William. Tatapannya sama seperti ayahnya yang bisa mengintimidasi seseorang hanya dengan menatapnya dengan tajam. Dia selalu bilang ingin melindungiku dari siapapun yang berani mendekatiku. Aku tersenyum saat dia berperilaku layaknya seorang pria dewasa. William sangat posesif kepadaku.
"Mom aku mau sosis," ucapnya sambil memasang puppy eyes.
"Oke darl," ucapku gemas.
"Mom dangan paplika," ucapnya merengek saat aku mengambil paprika.
(“Mom jangan paprika..”)
Aku tersenyum mengejek. William memang membenci paprika. Dia selalu menolak bila di suruh memakan paprika. Aku sudah melakukan segala hal agar dia mau memakan paprika, namun sangat sulit membujuknya.
"Kau lupa darl? Kalau kau tidak memakan ini maka kau tidak bisa cepat dewasa dan artinya kau tidak bisa melindungi mom," ucapku pura – pura sedih.
Wiliam mengembungkan pipinya yang tembam. Dengan gemas aku mencubit pipinya dan mengecupnya. Dia ini benar – benar membuatku tidak pernah bisa marah saat melihat ekspresinya yang super imut.
"Mom dangan banyak - banyak. Lihat kelandang kita sudah dipenuhi sayulan," rengeknya.