Hari ini aku mengajak William ke restoran. Dia menghambur ke kak Lila saat kami tiba. Dia nampak senang saat mendapat cake kesukaannya dari kak Lila. Aku tersenyum kepada kak Lila yang sudah bisa melihat berkat operasi yang dia lakukan beberapa waktu lalu. Tapi dia masih harus istirahat walau sudah dinyatakan sembuh. Aku memang selalu over protectif kepadanya. Loli, Liam dan Louis menghampiri William yang nampak senang saat melihat mereka bertiga. Kak Lila mengisyaratkanku untuk mengikutinya keluar dari ruangan kami. Aku tahu ini ada yang tidak beres. Aku dan Kak Lila memilih untuk berbicara di balkon restoran.
"Setiap hari dia datang ke rumah mencari kalian. Dia semakin mengenaskan, Kate. Dia sakit, namun dia menolak untuk di rawat. Dia tidak berhenti memohon untuk dipertemukan dengan kalian. Aku..."
"Kak aku mohon jangan. Aku tidak bisa," ucapku memotong kata – katanya.
"Tapi Kate.. William tetap harus bertemu ayahnya," ucap kak Lila.
"Tidak, dia cukup bahagia hanya denganku. Lagi pula ada Ryu yang siap menggantikan sosok dia," ucapku keras kepala.
Aku menatap kak Lila yang nampak lelah menasehatiku.
“Sayang..”
Aku menoleh dan menemukan Ryu yang baru saja datang.
“Aku harap kakak tidak membicarakan ini lagi,” ucapku sebelum menghampiri Ryu.
Aku menghampiri Ryu yang tersenyum di depan pintu. Aku tersenyum dan menerima bunga yang dia ulurkan untukku. Aku memeluknya yang sudah merentangkan tangan untukku. Sudah satu tahun aku menerimanya sebagai kekasihku. Aku awalnya ragu untuk menerimanya, namun William nampak sangat nyaman saat bersamanya. Ryu juga nampak menerima William dengan sangat baik. Dia sudah menganggap William sebagai anaknya sendiri. Sebenarnya Ryu bukan tipe pria yang pintar bergaul dan berkesan dingin Awalnya. Aku jadi teringat masa kami saat baru saja berkenalan.
FLASBACK
Aku merapihkan jas William yang nampak tampan. Hari ini aku akan menghadiri pesta pernikahan kenalanku. Aku mengecup pipi tembam anakku. Aku benar – benar gemas melihatnya yang nampak imut dan tampan.
“Ayo kita berangkat,” ucapku.
William hanya mengangguk sambil menggandeng tanganku. Aku sengaja memilihkan jas yang warnanya senada dengan gaunku.
*/*
Aku menatap kedua pengantin yang nampak bahagia. Aku teringat saat pernikahanku dulu. Aku teringat saat – saat bahagia kami dulu. Kami pernah merasakan kebahagiaan seperti pengantin yang lain. Kami pernah merasa dunia hanya milik kami. Aku bersyukur walau aku memiliki masa lalu yang kelam, namun aku di beri kesempatan untuk merasakan kebahagiaan dari pernikahan. Air mata menetes saat aku mengingat saat – saat pernikahanku. Aku menatap William yang sibuk dengan makanannya. Andai saja wanita itu tidak ada mungkin sekarang William akan lebih bahagia bersama keluarga yang lengkap. Aku merasa bersalah karna William tidak bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Aku menarik nafas dalam – dalam sambil menghapus air mataku diam – diam. Aku tidak mau William mengetahui kalau aku menangis.
“Mom.. “
Aku menoleh ke arah William yang nampak meringis. Aku mengusap pipinya yang terkena saus.
“Mom aku mau ke kamal mandi,” ucapnya.
(“Mom aku mau ke kamar mandi,”)
Aku mengangguk dan membawanya menuju kamar mandi wanita, namun ternyata kamar mandi wanita sedang rusak dan harus memakai kamar mandi yang ada di lantai 3. William sudah nampak gelisah karna menahan buang air kecil. Aku melirik ke arah kamar mandi pria dan di sana sedang ada beberapa orang yang memasuki kamar mandi itu.
“Mom...”
Aku mendesah pasrah dan menuntunnya berjalan menuju kamar mandi pria.
“Tunggu sebentar ya darl,” ucapku.
Aku harus menunggu beberapa pria itu selesai dengan urusannya dan keluar dari kamar mandi. Tidak mungkin aku memasuki kamar mandi saat mereka sedang melakukan urusan mereka di dalam. Aku mendesah lemah saat melihat seorang pria menggandeng anak laki – lakinya ke dalam kamar mandi. Kalau saja ada Alex harusnya dia yang membantuku. Aku membelai lembut rambut William untuk menyalurkan rasa sayangku kepadanya.
“Mom aku tidak tahan,” rengeknya.
Aku semakin bingung harus bagaimana karna di sini tidak ada siapapun yang bisa aku mintai tolong. Aku memekik kaget saat ada yang menyentuh pundakku.
“Bial aku bantu,” ucapnya sambil menggandeng William.
“Hah?” Tanyaku yang merasa tidak mengerti dengan kata – kata yang dia ucapkan.
Pria itu hanya menatapku dengan tatapan dinginnya lalu menuntun William memasuki kamar mandi tanpa mengatakan apapun lagi.
“Dia cadel,” ucapku pelan.