Aku membuka mata dan menemukan langit – langit kamar yang asing. Aku memejamkan mataku kembali untuk menyesuaikan mataku. Ada sentuhan asing yang belaian lembut dipipiku. Aku melihat Ryu yang membelai pipiku. Aku menatap sekeliling kami dan teringat akan tatapan William yang menatapku dengan tatapan benci. Aku panik dan langsung bangun dari tempatku tanpa peduli kepalaku yang berdenyut.
“Kate..”
“Mana anakku?” Tanyaku.
“Kate tenanglah..”
“AKU TIDAK AKAN BISA TENANG TANPA ANAKKU!!” Ucapku marah.
“Aku mohon tenang!!” Bentak Ryu memnyadarkanku.
Aku hanya bisa menangis terisak dipelukkan Ryu. Sekuat tenaga aku berusaha melepaskan cengkraman Ryu yang berusaha menahanku. Aku ingin mencari anakku sekarang.
“Aku mohon katakan dia di mana,” mohonku mengiba.
Ryu memelukku dengan erat. Dia membelai punggungku untuk menenangkanku. Tapi dalam kondisi begini aku takkan bisa tenang.
“Biarkan dia bersama ayah kandungnya untuk sementara waktu hingga kau sembuh,” ucap Ryu tenang.
Aku menegang mendengar kata – kata Ryu. Dengan kasar aku melepaskan diri dari pelukkan Ryu. Aku menatap kecewa Ryu yang baru saja mengatakan hal itu kepadaku. Dia sudah berjanji tidak akan membiarkan William pergi dariku. Dia sudah berjanji akan mempertahankan kami berada disisinya. Ryu mencoba mendekatiku, namun aku memilih mundur untuk menghindarinya. Ternyata dia sama saja seperti yang lain. Aku benar - benar kecewa dengannya yang selama ini aku percayai.
“Kau mengingkari janjimu.. kau sama seperti mereka yang hanya bisa menyakitiku. Aku percaya kepadamu kalau kau benar sungguh – sungguh akan mengakhiri ini semua dan nyatanya.. mengapa? Apa karna Alex mengancam menutup perusahaanmu atau Alex menjanjikan sebuah kerja sama bisnis yang menguntungkan?” Tanyaku dingin dan lirih.
“Kate aku tidak..”
“Cukup.. aku takkan pernah mau mendengar apapun alasan kalian. Aku sudah cukup mendengar. AKU TAKKAN PERNAH MAU MENDENGAR DAN PERCAYA LAGI!!!” Ucapku marah.
“Kate..”
“Jangan sebut namaku lagi! Pergi dari sini! Aku membencimu!” Ucapku tajam.