Aku menatap william dan Alex yang baru saja masuk ke kamar rawatku. William nampak ragu menatapku.
“William,” panggilku sedih.
William yang mendengar panggilanku langsung menghambur kepelukkanku. Aku menangis saat memeluk anakku yang sebenarnya aku rindukan. Aku benar – benar merindukannya. Aku menangis terisak sambil memeluknya erat. William seakan membuatku sedikit merasa lebih baik setelah kehilangan Ryu. Aku mengecup kening William berkali – kali untuk menyalurkan permohonan maafku.
“Maafkan mommy.. nak,” ucapku kepadanya berkali – kali.
Aku menghapus ingus William dengan lembut. Dia masih menagis sambil membenamkan wajahnya didadaku. Dengan lembut aku mengusap punggungnya untuk menenangkannya. Aku menatap sedih ke arah Alex yang tersenyum lembut kepada kami.
*/*
Aku memeluk erat William yang tertidur dalam pelukkanku. Aku bersenandung sambil membelai sayang rambutnya. Setetes air mata mengalir dari pelupuk mataku saat mengingat betapa sayangnya Ryu kepada William. Pria itu benar - benar baik hingga menganggap anakku adalah anaknya juga. Aku bersyukur pernah bersama pria sebaik dia. Aku terus mengecup puncak kepala William dengan lembut untuk menyalurkan rasa sayangku kepadanya.
“Dia sempat demam setelah kau marahi kemarin. Dia selalu merengek memintaku mengantarkannya kepadamu. Dia bilang ingin ada didekatmu walau dia hanya berani sampai di depan pintu. Aku melarangnya bertemu denganmu sampai dia sembuh. Setelah dia berhasil sembuh dari demamnya aku baru bisa membawanya kemari. Kata dokter dia sakit karna merindukan ibunya,” ucap Alex lembut.
Aku mengeratkan pelukkanku kepada William sambil mengecup dan mengatakan kata maaf untuk William. Aku menyesal menyakitinya hingga seperti itu. Aku bersumpah tidak akan lagi menyakitinya. Aku tidak akan membiarkannya sampai merasa sakit lagi. Aku harus meredam emosiku agar tidak lagi menyakiti William.
“Terima kasih sudah menjaganya,” ucapku tulus kepada Alex.
“Ini kewajibanku sebagai ayah kandungnya,” ucap Alex lembut.
Aku hanya bisa memaksakan senyumku saat mendengar itu. Masih tidak nyaman rasanya mendengar itu semua.
*/*
Aku tersenyum menatap William yang nampak senang. Dia terus berceloteh tentang mainannya yang dibelikan Alex untuknya. Aku hanya tersenyum sambil memeluknya. Hari ini aku diperbolehkan pulang oleh dokter. Dalam hati sebenarnya aku berharap Ryu yang menjemputku bersama William, namun aku harus menelan kekecewaan saat melihat Alex dan Williamlah yang menjemputku. Aku hanya bisa menerima kenyataan bahwa kami takkan pernah bisa bersama lagi walaupun kami ingin. Aku hanya bisa menerima takdirku yang harus kehilangan Ryu.
“Sudah saatnya pulang,” ucap Alex yang baru saja selesai membereskan barang – barangku.