Aku keluar dari kamar dan mencari keberadaan William. Aku melihat William yang sedang dalam gendongan Alex. Aku menghampiri mereka dan meraih William ke dalam pelukkanku. Tanpa bicara aku meninggalkan Alex.
“Mommy.. kita akan ke mana?” Tanya William.
“Kau akan ke mana?” Tanya Alex menahanku.
“Bukan urusanmu,” ucapku dingin.
“Aku berhak tahu..”
“Dan aku berhak tidak menjawab pertanyaanmu!” Ucapku marah.
“Mommy..”
“Hentikan Kate.. aku tidak ingin William melihat kita bertengkar,” ucap Alex lebih lembut.
“Maka enyahlah kau dari sini!” Ucapku tegas.
“Kate.. sadarlah..”
“Aku lelah dengan semua ini!”
“Mommy.. aku mau sama daddy,” rengek William yang membuatku pusing.
“Jangan membangkang Will..”
“Aku mau sama daddy..”
“Mommy bilang JANGAN MEMBANGKANG!” Bentakku.
William langsung terdiam mendengar bentakkanku. Alex terlihat marah dan merebut William dalam pelukkanku.
“Kau keteraluan!”
Alex membawa William masuk ke kamar. Aku melihat William yang menyembunyikan wajahnya di leher ayahnya. Dengan takut dia melirikku. Aku terdiam saat melihatnya meneteskan air mata dan menatapku dengan tatapan sedih. Aku memegang dadaku yang terasa sesak. Aku memejamkan mata saat merasa jantungku seperti di hantam dengan batu. Aku benar – benar merasa sangat bersalah karna menyakiti anakku. Aku melangkah pergi untuk menenangkan diri. Aku tidak bisa berada di sini sementara waktu. Aku tidak bisa melihat anakku yang sedih.
*/*
Aku hanya bisa menyendiri di taman sambil menangis. Aku memang payah dan bodoh. Aku tidak memikirkan perasaan anakku dan mementingkan emosiku semata. Ponselku yang terus saja berdering aku biarkan tergeletak di bangku sebelahku. Aku menenggelamkan wajahku sambil memeluk kedua kakiku. Aku tersentak saat merasakan sentuhan dibahuku. Aku menghapus air mataku dan mendongak ke arah Alex yang berdiri didepanku. Alex bersimpuh didepanku dan menangkup wajahku dengan kedua tangannya. Dia menghapus air mataku dengan lembut.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Tanyanya lembut.
Aku hanya diam sambil menunduk. Air mata mulai merebak kembali dari mataku. Alex meraihku ke dalam pelukkannya. Aku tidak berusaha menolak karna aku sudah sangat lelah.
“Aku tahu kamu tidak bermaksud menyakiti William. Aku bisa mengerti kau hanya emosi saja, namun jangan pergi dari masalah seperti ini dan menangis sendirian. Kau tahu William menangis sedih sambil memanggilmu. Kau tahu aku mencarimu kemana – mana karna takut kau berbuat nekat?” Tanyanya lembut.
Aku hanya menangis di dalam pelukkan Alex sambil membalas pelukkannya.
“Dengar dan coba percaya kepadaku. Aku tidak ingin kehilangan kalian lagi untuk kedua kalinya. Renata hanya datang berkunjung untuk melihat kondisi kita. Dia sudah sadar semenjak menikah dengan Damian. Walaupun kata – katanya masih saja kejam, namun dia sudah memutuskan untuk berubah demi keluarganya. Dia bilang tidak ingin karmanya menimpa anak perempuannya. Dia hanya teman dan tidak lebih. Aku harap kau mau mempercayaiku,” ucap Alex yang membuatku mengangguk.
“Maaf..”
“Aku memaafkanmu kalau kau mau pulang sekarang,” ucapnya.
Aku mengangkat wajahku dan menghapus air mataku. Alex tersenyum dan mengecup bibirku dengan lembut.