“Kau demam karena kelelahan dan stress, walau pola makanmu menurutmu sehat, tapi jika kau terkadang terlambat makan, kau bisa masuk angin, lain kali perhatikan jadwal makanmu itu. Jangan lupa juga untuk tetap makan sehat, jangan sampai kau kelelahan dan stress juga, ini akan berpengaruh kepada kesehtanmu. Kau mengerti Daisy?”
Edgar, teman Daisy yang berjabat sebagai dokter yang cukup ternama. Dia juga yang menangani Alex dan pengemudi truk itu pada awalnya. Daisy yang terbarng seketika mengerti alasan kenapa dia bisa sakit, dia tersenyum lemah dan mengangguk. Kepalanya benar-benar pusing sekarang. Edgar tampak geleng-geleng kepala.
“Kebetulan aku membawa obat demam, pusing, aku akan melihatnya dulu,” ucap Edgar dibalas anggukan kepala Daisy. Daisy memegang kepalanya yang terasa pusing dan memejamkan mata, menyesal sekali tidak menjaga kesehatannya dengan baik. “Sekarang apa yang kau rasakan?” tanya Edgar.
Daisy perlahan membuka mata. “Kepalaku pusing sekali, tubuhku lemas, aku rasanya mau muntah, semuanya panas Edgar,” jawabnya dengan suara pelan. Dia tampak sangat lemah.
Alex yang mendengarnya, mengigit bibirnya. Dia merasa tidak berguna karena di saat seperti ini, dia tidak bisa melihat keadaan Daisy, menjaganya dengan baik, semua karena kebutaannya ini. Dia hanya bisa memerintahkan, mengecek suhu Daisy, menaikkan selimut.. Dia tidak bisa membantu Daisy ke toilet dan lain sebagainya.
Edgar mengangguk mengerti. “Sabarlah, kalau demam kau akan merasakan semua itu. Kalau memang tidak tahan untuk muntah, muntah saja, setidaknya kau akan jauh lebih baik. Mengerti?” Daisy hanya mengangguk tanpa suara. “Tidurlah kalau mau tidur, aku akan memberitahu Lidya kapan kau minum obat. Dia akan membangunkanmu nanti,” ucap Edgar ketika melihat Daisy tampak ingin memejamkan mata.
Daisy tersenyum dan mengangguk. “Baiklah, terima kasih.”
Daisy perlahan memejamkan matanya, Edgar mulai bicara bersama Lidya, hanya Alex yang diam dan duduk disamping Daisy dengan arah mata tak menentu.
Alex meletakkan tangannya di dahi Daisy yang sudah tertidur, dia dapat merasakan dengan jelas panasnya tubuhnya Alex memejamkan mata, merutuki dirinya yang tidak bisa melakukan apapun untuk sekedar membantu Daisy. Padahal Daisy selalu ada untuknya, terlebih ketika dia sakit.
"Alex."
Alex dan yang lainnya terkejut ketika Daisy tiba-tiba memanggil Alex. Mereka mengira, Daisy sudah tertidur. Alex langsung menjauhkan tangannya. "Ya? Kenapa Dai?" tanya Alex lembut.
Daisy tersenyum. "Kau sudah memakan sarapanmu? Ada di meja." Daisy yang tadi ingin tertidur, lansung membuka matanya ketika mengingat sarapan Alex, mengingat Alex selalu saja menemaninya dsritadi.
Alex menghembuskan napasnya, bahkan di saat seperti ini Daisy masih mengkhawatirkan dirinya. "Belum, nanti saja."